Saksi Sebut Kebijakan HET Bikin Masyarakat Borong Migor Murah
Candra Yuri Nuralam • 30 November 2022 08:10
Jakarta: Kebijakan harga eceran tertinggi (HET) disebut menjadi salah satu penyebab minyak goreng langka di Indonesia beberapa waktu lalu. Pemborongan terjadi karena harga minyak murah.
"Hal ini (kebijakan HET) pun menimbulkan distorsi pada market di mana masyarakat kemudian memborong minyak goreng yang tersedia dengan harga murah," kata Direktur produsen crude palm oil (CPO) PT Triputra Agro Persada Tbk, Sutedjo Halim saat menjadi saksi dalam persidangan dugaan korupsi perizinan ekspor CPO di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dikutip pada Selasa, 29 November 2022.
Sutedjo mengatakan HET membuat penjualan minyak goreng menjadi lebih murah. Sehingga, kata dia, banyak masyarakat membeli minyak goreng lebih banyak dari kebutuhannya.
Selain itu, permasalahan distribusi saat keuntungan perusahaan minyak goreng sedikit juga disebut sebagai penyebab kelangkaan. Padahal, kata Sutedjo, Menteri Perdagangan saat itu, Muhammad Lutfi sudah menggandeng para produsen minyak goreng untuk saling bahu membahu menyelesaikan masalah pendistribusian.
"Komitmen ini berbeda dengan DMO (domestic market obligation). Menteri mengatakan bahwa kondisinya sudah sangat berat, sudah darurat dan semua diminta berkontribusi, bukan hanya eksportir," ucap Sutedjo.
Sutedjo meyakini kebijakan HET yang membuat masyarakat memborong dan pendistribusian yang buruk menjadi penyebab minyak goreng langka beberapa waktu lalu. Buktinya, kata dia, peredaran minyak goreng menjadi normal saat kebijakan dicabut.
"Masalah kelangkaan minyak goreng mereda setelah kebijakan HET diakhiri," ujar Sutedjo.
Kuasa Hukum terdakwa Lin Che Wei, Handika Honggowongso mengatakan keterangan Sutedjo menjelaskan bahwa banyak faktor yang membuat minyak goreng langka di Indonesia. Sehingga, lanjutnya, tidak adil jika menuduhkan kliennya sebagai penyebab minyak goreng langka.
"Keterangan saksi-saksi lagi-lagi menjadi bukti bahwa sedari awal Lin Che Wei hanya diminta oleh Menteri Perdagangan untuk mengurusi program darurat minyak goreng sehingga tidak pernah terlibat dalam pengurusan persetujuan ekspor dari perusahaan mana pun," ucap Handika.
Pada perkara ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa merugikan negara hingga Rp18 triliun. Perbuatan itu dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Jakarta: Kebijakan harga eceran tertinggi (HET) disebut menjadi salah satu penyebab minyak goreng langka di Indonesia beberapa waktu lalu. Pemborongan terjadi karena harga minyak murah.
"Hal ini (kebijakan HET) pun menimbulkan distorsi pada market di mana masyarakat kemudian memborong minyak goreng yang tersedia dengan harga murah," kata Direktur produsen crude palm oil (CPO) PT Triputra Agro Persada Tbk, Sutedjo Halim saat menjadi saksi dalam persidangan dugaan korupsi perizinan ekspor CPO di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dikutip pada Selasa, 29 November 2022.
Sutedjo mengatakan HET membuat penjualan minyak goreng menjadi lebih murah. Sehingga, kata dia, banyak masyarakat membeli minyak goreng lebih banyak dari kebutuhannya.
Selain itu, permasalahan distribusi saat keuntungan perusahaan minyak goreng sedikit juga disebut sebagai penyebab kelangkaan. Padahal, kata Sutedjo, Menteri Perdagangan saat itu, Muhammad Lutfi sudah menggandeng para produsen minyak goreng untuk saling bahu membahu menyelesaikan masalah pendistribusian.
"Komitmen ini berbeda dengan DMO (domestic market obligation). Menteri mengatakan bahwa kondisinya sudah sangat berat, sudah darurat dan semua diminta berkontribusi, bukan hanya eksportir," ucap Sutedjo.
Sutedjo meyakini kebijakan HET yang membuat masyarakat memborong dan pendistribusian yang buruk menjadi penyebab minyak goreng langka beberapa waktu lalu. Buktinya, kata dia, peredaran minyak goreng menjadi normal saat kebijakan dicabut.
"Masalah kelangkaan minyak goreng mereda setelah kebijakan HET diakhiri," ujar Sutedjo.
Kuasa Hukum terdakwa Lin Che Wei, Handika Honggowongso mengatakan keterangan Sutedjo menjelaskan bahwa banyak faktor yang membuat minyak goreng langka di Indonesia. Sehingga, lanjutnya, tidak adil jika menuduhkan kliennya sebagai penyebab minyak goreng langka.
"Keterangan saksi-saksi lagi-lagi menjadi bukti bahwa sedari awal Lin Che Wei hanya diminta oleh Menteri Perdagangan untuk mengurusi program darurat minyak goreng sehingga tidak pernah terlibat dalam pengurusan persetujuan ekspor dari perusahaan mana pun," ucap Handika.
Pada perkara ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa merugikan negara hingga Rp18 triliun. Perbuatan itu dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)