Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto. Croscheck Medcom.id
Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto. Croscheck Medcom.id

Mahfud Sebut Aparat Senior Bekingi Usaha Tambang, Kompolnas: Silakan Media Investigasi

Siti Yona Hukmana • 16 Desember 2022 08:56

Jakarta: Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mempersilakan media menginvestigasi dugaan aparat senior membekingi usaha pertambangan. Isu pembekingan itu dilontarkan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.


"Begini, silakan dilakukan investigasi oleh media, siapa saja si yang terima uang ilegal itu. Apakah hanya polisi? Silakan deh, itu saja, apakah hanya polisi?" kata Ketua Harian Kompolnas Benny Mamoto kepada wartawan, Jumat, 16 Desember 2022.
 
Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri tengah mengusut kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) yang diduga melibatkan sejumlah perwira tinggi (Pati) Polri. Dugaan keterlibatan petinggi Polri tertuang dalam Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.
 
Namun, penyidikan Dittipidter tidak menyasar ke LHP yang terdapat dugaan suap. Melainkan hanya operasi tambang ilegal yang dilakukan Ismail Bolong, mantan Anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda.

Menurut Benny, penyidik tidak mendasari LHP karena ada tahapan pembuktian terlebih dahulu agar tidak lompat-lompat. Dia mengatakan pembuktian diperlukan untuk membangun konstruksi peristiwa.
 
"Satu, yaitu betul ada tambang ilegal, bisnisnya ada, hasilnya segini. Baru, kenapa kok jalan terus, siapa yang melindungi, pihak mana saja. Step berikutnya, uang itu ke mana," ujar dia.
 

Baca Juga: Mahfud Sebut Aparat Senior Beking Usaha Tambang, Polri: Bila Ada Bukti Ditindaklanjuti


Benny mengatakan LHP Propam tidak bisa menjadi alat bukti karena baru penyelidikan. Dia menegaskan dalam penyidikan harus ada alat bukti yang cukup. Maka itu, kata dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selalu mengandalkan operasi tangkap tangan (OTT) saat mengungkap kasus suap.
 
"Karena, ketika suap itu pasti empat mata, tidak ada tanda terima dan tunai. Ketika yang terima nolak, enggak saya, saksinya siapa? Maka KPK selalu OTT pas nyerahin tangkap, pas nyerahin tangkap, enggak bisa ngelak. Enggak usah ada tanda terima, tangkap," tutur Benny.
 
Benny mengatakan dalam pembuktian kasus tambang ilegal Ismail Bolong perlu kehati-hatian. Sebab, tak ada saksi dan bukti pemberian suap tersebut. Namun, dia memastikan Polri akan mendalami. 
 
Sebelumnya, Mahfud MD meminta semua pihak untuk tidak menutup mata soal adanya beking aparat dalam pertambangan. Hal itu disinggung Mahfud saat memberikan sambutan dalam acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Satgas Saber Pungli 2022 di Jakarta.
 
"Kenapa kita berpura-pura? Bahwa ini ada beking, kita ndak bisa selesaikan, karena senior, kan, dulu yang beking. Kenapa kita pura-pura?" kata Mahfud, Jakarta, Selasa, 13 Desember 2022.
 
Dittipidter Bareskrim Polri menetapkan tiga tersangka dalam kasus tambang ilegal yang menyerer sejumlah anggota Polri itu. Mereka yakni Ismail Bolong, RP, dan BP. Penetapan tersangka berbekal laporan polisi (LP) nomor: LP/A/0099/II/2022/SPKT.Dittipidter/Bareskrim Polri, tanggal 23 Februari 2022, terkait dugaan penambangan ilegal yang berlangsung sejak awal November 2021.
 
Kasus ini mencuat setelah Aiptu (Purn) Ismail Bolong membuat video testimoni yang menyebut Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto menerima setoran uang Rp6 miliar dari seorang pengusaha untuk mengamankan tambang ilegal di Kaltim. Setelah itu, beredar surat laporan hasil penyelidikan (LHP) yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dari Kepala Divisi Propam Polri, saat itu Ferdy Sambo, Nomor: R/1253/WAS.2.4/2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022, bersifat rahasia.
 
Dalam dokumen poin h, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali. Yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.
 
Selain itu, juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk mata uang dolar Amerika Serikat sebanyak 3 kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021, sebesar Rp2 miliar.
 
Kesimpulan laporan hasil penyelidikan ditemukan fakta-fakta bahwa di wilayah hukum Polda Kaltim terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP). Namun, tidak dilakukan upaya tindakan hukum dari Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang ilegal. Selain itu, ada kedekatan Tan Paulin dan Leny Tulus dengan pejabat Polda Kaltim.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan