Jakarta: Banyak pihak menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih tegas mengusut dugaan suap kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) yang menjerat Ismail Bolong. Lembaga Antikorupsi dinilai berpeluang mengusut keterlibatan sejumlah petinggi Polri yang disebut menerima uang koordinasi dalam bisnis tambang.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut pengambilalihan perkara dari penegak hukum lain tidak bisa sembarangan. Ada syarat yang harus dipenuhi sebelum kasus dikerjakan instansi lain.
"KPK tidak bisa langsung mengambilalih perkara yang ditangani oleh APH (aparat penegak hukum) lain. Ada syarat-syarat yang ditentukan UU KPK untuk mengambilalih perkara," kata Alex kepada Medcom.id, Jumat, 16 Desember 2022.
Alex mengatakan ada tiga syarat jika KPK mau mengambil alih kasus. Pertama, jika Lembaga Antikorupsi melihat penanganannya berlarut.
"(Lalu) melindungi pelaku sebenarnya, (dan) ada dugaan korupsi dalam penanganan perkara," ucap Alex.
Sebanyak tiga syarat itu tidak wajib terpenuhi. Jika salah satunya terpenuhi, KPK bisa langsung mengambil perkara.
Di sisi lain, Polri membuka peluang menggandeng KPK dalam menyusut dugaan suap kasus tambang batu bara ilegal di Kaltim. Berdasarkan Laporan hasil penyelidikan (LHP) di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri ada sejumlah petinggi Polri menerima uang koordinasi dalam bisnis tambang tersebut.
"Sekali lagi, kalau itu memungkinkan akan bekerja sama dengan KPK dengan PPATK itu secara teknis penyidik," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 16 Desember 2022.
Menurut Dedi, semuanya ada koridornya. Pelibatan baik KPK maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bisa saja dilakukan untuk mencari bukti.
Jakarta: Banyak pihak menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih tegas mengusut dugaan suap kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) yang menjerat
Ismail Bolong. Lembaga Antikorupsi dinilai berpeluang mengusut keterlibatan sejumlah petinggi Polri yang disebut menerima uang koordinasi dalam bisnis tambang.
Wakil Ketua
KPK Alexander Marwata menyebut pengambilalihan perkara dari penegak hukum lain tidak bisa sembarangan. Ada syarat yang harus dipenuhi sebelum kasus dikerjakan instansi lain.
"KPK tidak bisa langsung mengambilalih perkara yang ditangani oleh APH (aparat penegak hukum) lain. Ada syarat-syarat yang ditentukan UU KPK untuk mengambilalih perkara," kata Alex kepada
Medcom.id, Jumat, 16 Desember 2022.
Alex mengatakan ada tiga syarat jika KPK mau mengambil alih kasus. Pertama, jika Lembaga Antikorupsi melihat penanganannya berlarut.
"(Lalu) melindungi pelaku sebenarnya, (dan) ada dugaan korupsi dalam penanganan perkara," ucap Alex.
Sebanyak tiga syarat itu tidak wajib terpenuhi. Jika salah satunya terpenuhi, KPK bisa langsung mengambil perkara.
Di sisi lain, Polri membuka peluang menggandeng KPK dalam menyusut dugaan suap kasus tambang batu bara ilegal di Kaltim. Berdasarkan Laporan hasil penyelidikan (LHP) di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam)
Polri ada sejumlah petinggi Polri menerima uang koordinasi dalam bisnis tambang tersebut.
"Sekali lagi, kalau itu memungkinkan akan bekerja sama dengan KPK dengan PPATK itu secara teknis penyidik," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 16 Desember 2022.
Menurut Dedi, semuanya ada koridornya. Pelibatan baik KPK maupun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bisa saja dilakukan untuk mencari bukti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)