Jakarta: Pengacara Ismail Bolong, Johannes L Tobing, menegaskan tidak ada penyidikan suap terhadap petinggi Polri dalam kasus kliennya. Ismail Bolong disebut masih digali soal operasi tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim).
"Enggak ada (sidik ke arah suap). Saya pastikan klien saya Pak Ismail Bolong ini diperiksa, dijadikan tersangka, ditahan oleh Subdit 4 Dittipidter itu menemukan adanya tindak pidana illegal mining. Tidak ada pemberian suap kepada petinggi Polri," kata Johannes saat dikonfirmasi, Jumat, 9 Desember 2022.
Menurut dia, Ismail tidak dikenakan pasal terkait suap. Melainkan, hanya tiga pasal yakni Pasal 158, 159, 161 Undang-Undang Nomor Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Jadi saya tegaskan Pak Ismail Bolong itu diperiksa 13 jam ada 62 pertanyaan, semua itu menyangkut hanya soal perizinan pertambangan, tidak ada menemukan namanya si anu, menerima suap, enggak ada itu," jelas Johannes.
Ismail Bolong ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya yang masih belum disebutkan identitasnya. Kedua orang itu ialah RP, dan BP. Penetapan tersangka berbekal laporan polisi (LP) nomor: LP/A/0099/II/2022/SPKT.Dittipidter/Bareskrim Polri, tanggal 23 Februari 2022, terkait dugaan penambangan ilegal yang berlangsung sejak awal November 2021.
Ada tiga tempat kejadian perkara (TKP) dalam laporan tersebut. Ketiganya ialah Terminal Khusus (Tersus) PT Makaramma Timur Energi (MTE) yang terletak di Kamp. Citra Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Kemudian, lokasi penambangan yang termasuk dalam PKP2B PT Santan Batu Bara, Kabupaten Kurtanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Lalu, StockRoom atau lokasi penyimpanan batubara hasil penambangan ilegal yang juga termasuk dalam PKP2B PT Santan Batu Bara.
Tersangka BP berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal. Sedangkan, tersangka RP sebagai kuasa direktur PT Energindo Mitra Pratama (EMP). Ia berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Sementara itu, tersangka Ismail Bolong, mantan anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda itu berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) perusahaan lain. Ismail juga menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan.
Penyitaan barang bukti
Polisi menyita sejumlah barang bukti dalam kasus ini. Antara lain 36 dumptruck yang digunakan untuk mengangkut batu bara hasil penambangan ilegal, tiga unit handphone berbagai merk, berikut sim car, tiga buah buku tabungan dari berbagai bank.
Tumpukan batu bara hasil penambangan Ilegal di Tersus dan di Lokasi PKP2B PT Santan Batubara (berada di Kalimantan Timur). Dua ekskavator yang digunakan kegiatan penambangan ilegal, dan dua bundel rekening koran.
Ketiga tersangka telah ditahan. Mereka dijerat Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Kemudian, Pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah dalam konferensi pers daring, Kamis, 8 Desember 2022.
Berikut penjabaran ketiga pasal tersebut:
Pasal 158
Pasal 158 menyatakan setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK dan/atau setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin.
Pasal 161
Pasal 161 menyebutkan setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin. Kedua pasal mengatur ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Pasal 55
Pasal 55 ayat (1) KUHPidana mengatur soal mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan. Kemudian, mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Jakarta: Pengacara
Ismail Bolong, Johannes L Tobing, menegaskan tidak ada penyidikan
suap terhadap petinggi
Polri dalam kasus kliennya. Ismail Bolong disebut masih digali soal operasi tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim).
"Enggak ada (sidik ke arah suap). Saya pastikan klien saya Pak Ismail Bolong ini diperiksa, dijadikan tersangka, ditahan oleh Subdit 4 Dittipidter itu menemukan adanya tindak pidana illegal mining. Tidak ada pemberian suap kepada petinggi Polri," kata Johannes saat dikonfirmasi, Jumat, 9 Desember 2022.
Menurut dia, Ismail tidak dikenakan pasal terkait suap. Melainkan, hanya tiga pasal yakni Pasal 158, 159, 161 Undang-Undang Nomor Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Jadi saya tegaskan Pak Ismail Bolong itu diperiksa 13 jam ada 62 pertanyaan, semua itu menyangkut hanya soal perizinan pertambangan, tidak ada menemukan namanya si anu, menerima suap, enggak ada itu," jelas Johannes.
Ismail Bolong ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya yang masih belum disebutkan identitasnya. Kedua orang itu ialah RP, dan BP. Penetapan tersangka berbekal laporan polisi (LP) nomor: LP/A/0099/II/2022/SPKT.Dittipidter/Bareskrim Polri, tanggal 23 Februari 2022, terkait dugaan penambangan ilegal yang berlangsung sejak awal November 2021.
Ada tiga tempat kejadian perkara (TKP) dalam laporan tersebut. Ketiganya ialah Terminal Khusus (Tersus) PT Makaramma Timur Energi (MTE) yang terletak di Kamp. Citra Desa Tanjung Limau, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Kemudian, lokasi penambangan yang termasuk dalam PKP2B PT Santan Batu Bara, Kabupaten Kurtanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Lalu,
StockRoom atau lokasi penyimpanan batubara hasil penambangan ilegal yang juga termasuk dalam PKP2B PT Santan Batu Bara.
Tersangka BP berperan sebagai penambang batu bara tanpa izin atau ilegal. Sedangkan, tersangka RP sebagai kuasa direktur PT Energindo Mitra Pratama (EMP). Ia berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Sementara itu, tersangka Ismail Bolong, mantan anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda itu berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) perusahaan lain. Ismail juga menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan kegiatan penambangan.
Penyitaan barang bukti
Polisi menyita sejumlah barang bukti dalam kasus ini. Antara lain 36
dumptruck yang digunakan untuk mengangkut batu bara hasil penambangan ilegal, tiga unit
handphone berbagai merk, berikut sim car, tiga buah buku tabungan dari berbagai bank.
Tumpukan batu bara hasil penambangan Ilegal di Tersus dan di Lokasi PKP2B PT Santan Batubara (berada di Kalimantan Timur). Dua ekskavator yang digunakan kegiatan penambangan ilegal, dan dua bundel rekening koran.
Ketiga tersangka telah ditahan. Mereka dijerat Pasal 158 dan Pasal 161 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Kemudian, Pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah dalam konferensi pers daring, Kamis, 8 Desember 2022.
Berikut penjabaran ketiga pasal tersebut:
Pasal 158
Pasal 158 menyatakan setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK dan/atau setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin.
Pasal 161
Pasal 161 menyebutkan setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin. Kedua pasal mengatur ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Pasal 55
Pasal 55 ayat (1) KUHPidana mengatur soal mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan. Kemudian, mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)