Mahkamah Konstitusi. Foto: Dok Medcom.id
Mahkamah Konstitusi. Foto: Dok Medcom.id

MK Tolak Gugatan MRP Atas UU Otsus Papua

Indriyani Astuti • 31 Agustus 2022 21:54
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) yang diajukan Majelis Rakyat Papua (MRP). Ketua MRP yang diwakili Timotius Murib, menguji Pasal 6 ayat 2, Pasal 6A, Pasal 28, Pasal 38, Pasal 59 ayat 3, Pasal 68A, Pasal 76 dan Pasal 77 UU Otsus Papua terhadap UUD 1945.
 
"Menolak permohonan pemohon selain dan selebihnya," ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2022.
 
Pasal 6 ayat 4 dan 5 UU Otsus Papua mengatur tentang Kedudukan, Susunan, Tugas, dan Wewenang Hak dan Tanggung Jawab Keanggotaan Pimpinan dan Alat Kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK). Lalu, Pasal 68 ayat (1) dan ayat (2) tentang Penghapusan Pembentukan Partai Politik serta perubahan frasa ‘wajib’ menjadi ‘dapat’.

Kemudian, Pasal 77 UU Otsus mengatur usul perubahan atas otonomi khusus dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 
Menurut Mahkamah, perubahan UU Otsus Provinsi Papua dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, melindungi, menjunjung harkat martabat dan melindungi hak dasar orang asli Papua. Sebagai implikasi diberikannya Otsus Provinsi Papua.
 

Baca: MK Tolak Pengujian UU Pers, Dewan Pers Tetap Berwenang Memfasilitasi Uji Kompetensi


Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan keberadaan orang asli Papua pada DPRP / DPRK merupakan kebijakan afirmatif. Adanya anggota DPRP dan DPRK yang diangkat dari orang asli Papua, justru memberikan kepastian hukum, dukungan dan mengakomodasi representasi orang asli Papua. Pasal tersebut dianggap tidak bertentangan dengan UUD 1945.
 
"Apabila Mahkamah mengikuti petitum pemohon agar pengangkatan anggota DPRP dan DPRK dari orang asli Papua dihapuskan sehingga berasal dari pemilihan umum, justru potensial menghilangkan kekhususan Provinsi Papua," ujar Suhartoyo.
 
MK juga tak sependapat mengenai Pasal 28 ayat 1 dan 2 yang dianggap pemohon dapat menghambat dan membatasi hak-hak orang Papua dalam berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat dan membentuk partai politik lokal. Mahkamah menilai kekhususan di Papua tidak mencangkup pembentukan partai politik lokal.
 
"Dalil pemohon yang memperbandingkan dengan Aceh menurut Mahkamah daerah khusus dan daerah istimewa memiliki kekhususan masing-masing. Mahkamah tidak menemukan inkonstitusionalitas pada pasal tersebut," ucap Hakim Konstitusi Aswanto.
 
Aswanto menyampaikan bahwa penentuan keberadaan partai politik lokal di Papua merupakan kewenangan pembuat undang-undang. Kemudian, MRP harus berada pada kewenangan dan tugasnya dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua yakni penghormatan adat istiadat, budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan beragama.
 
"Digunakan kata dapat tidak berarti menghilangkan tugas dan kewenangan MRP dalam melindungi hak-hak orang asli Papua dalam rekrutmen partai politik," imbuhnya.
 
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menilai pembentukan badan khusus yang diketuai Wakil Presiden pada Pasal 68A ayat 2 UU Otsus tak menimbulkan ketidakpastian hukum. Mahkamah berpendapat pembentukan badan khusus justru untuk koordinasi, sinkronisasi, harmonisasi dan evaluasi pelaksanaan pembangunan di provinsi Papua. Pada sidang itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion).
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan