Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan perkara Nomor 38/PUU-XX/2022 menolak permohonan uji materiel Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap UUD 1945. Dengan demikian, Dewan Pers tetap menjadi lembaga yang berwenang memfasilitasi pelaksanaan uji kompetensi atau sertifikasi kompetensi wartawan.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2022.
Uji materiel itu dimohonkan Hientje Grotson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan satu pemohon lain. Menurut para pemohon, Pasal 15 ayat (2) menimbulkan ketidakjelasan tafsir atas fungsi Dewan Pers. Kata 'memfasilitasi' pada pasal tersebut dianggap para pemohon membuat Dewan Pers memonopoli dan mengambil alih peran organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers, termasuk melakukan uji kompetensi wartawan.
Para pemohon meminta Mahkamah menyatakan pasal tersebut agar dimaknai 'dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers'. Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang membacakan pertimbangan Mahkamah menyampaikan Dewan Pers dibentuk untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas dan kuantitas pers nasional.
Kemerdekaan itu dicapai antara lain peraturan-peraturan di bidang pers yang menjadi acuan dan standarisasi. Namun agar tetap menjaga independensi, peraturan di bidang pers disusun sedemikian rupa tanpa adanya intervensi dari pemerintah maupun dari Dewan Pers.
"Maksud dari memfasilitasi adalah Dewan Pers hanya menyelenggarakan tanpa ikut menentukan isi dari peraturan di bidang pers. Fungsi memfasilitasi telah sejalan dengan semangat independensi dan kemandirian organisasi pers," terang Arief.
Peran dan fungsi Dewan Pers memfasilitasi pembentukan peraturan terkait pers, terang dia, agar organisasi pers tidak membentuk peraturan sendiri-sendiri, sehingga berpotensi bertentangan satu sama lain.
Dalil pemohon mengenai pelaksanaan uji kompetensi atau sertifikasi kompetensi yang dilakukan Dewan Pers, menurut Mahkamah, hal tersebut persoalan konkret yang sudah diselesaikan melalui keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Nomor 235/Pdt/G/2018/PN.Jkt.Pst atau Putusan Pengadilan Tinggi DKI.
Adapun mengenai dalil para pemohon terkait Pasal 15 ayat 5 UU Pers yang dianggap menimbulkan ketidakjelasan tafsir sehingga para pemohon tidak bisa menjadi anggota Dewan Pers yang penetapannya melalui putusan presiden, Mahkamah berpendapat keanggotaan Dewan Pers yang ditetapkan melalui putusan presiden tidak mengurangi independensi Dewan Pers. Sebab, proses pemilihan anggota Dewan Pers ditentukan dalam Pasal 15 ayat (3) UU Pers.
"Anggota Dewan Pers ditentukan sendiri oleh insan pers yang bekecimpung di dunia pers, keberadaan putusan presiden hanya sebagai pengesahan. Presiden tidak dapat campur tangan dalam proses penentuan keanggotaan Dewan Pers," tegas Arief.
Arief menjelaskan jika para pemohon merasa dirugikan dengan tidak ditetapkannya dirinya sebagai anggota Dewan Pers, persoalan tersebut adalah persoalan konkret bukan konstitusionalitas norma. "Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum," tegas dia.
Pada kesempatan itu, Mahkamah menegaskan meskipun UU Nomor 40 Tahun 1999 telah menjamin kemerdekaan pers serta penerapan self regulation, namun kini justru muncul kecenderungan pers yang terlalu bebas.
Mahkamah mengingatkan kembali pers tidak cukup hanya berpegang pada prinsip kemerdekaan, kebebasan, dan independensi, namun menjalankan fungsi sebagai pilar demokrasi secara bertanggung jawab.
"Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa serta opini dalam menghormati norma agama, kesusilaan dan asas praduga tak bersalah. Dalam menjalankan profesinya wartawan menaati kode etik jurnalistik," ujar Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Jakarta:
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan perkara Nomor 38/PUU-XX/2022 menolak permohonan uji materiel Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap UUD 1945. Dengan demikian,
Dewan Pers tetap menjadi lembaga yang berwenang memfasilitasi pelaksanaan uji kompetensi atau sertifikasi kompetensi wartawan.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Rabu, 31 Agustus 2022.
Uji materiel itu dimohonkan Hientje Grotson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan satu pemohon lain. Menurut para pemohon, Pasal 15 ayat (2) menimbulkan ketidakjelasan tafsir atas fungsi Dewan Pers. Kata 'memfasilitasi' pada pasal tersebut dianggap para pemohon membuat Dewan Pers memonopoli dan mengambil alih peran organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers, termasuk melakukan uji kompetensi wartawan.
Para pemohon meminta Mahkamah menyatakan pasal tersebut agar dimaknai 'dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers'. Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang membacakan pertimbangan Mahkamah menyampaikan Dewan Pers dibentuk untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas dan kuantitas pers nasional.
Kemerdekaan itu dicapai antara lain peraturan-peraturan di bidang pers yang menjadi acuan dan standarisasi. Namun agar tetap menjaga independensi, peraturan di bidang pers disusun sedemikian rupa tanpa adanya intervensi dari pemerintah maupun dari Dewan Pers.
"Maksud dari memfasilitasi adalah Dewan Pers hanya menyelenggarakan tanpa ikut menentukan isi dari peraturan di bidang pers. Fungsi memfasilitasi telah sejalan dengan semangat independensi dan kemandirian organisasi pers," terang Arief.
Peran dan fungsi Dewan Pers memfasilitasi pembentukan peraturan terkait pers, terang dia, agar organisasi pers tidak membentuk peraturan sendiri-sendiri, sehingga berpotensi bertentangan satu sama lain.
Dalil pemohon mengenai pelaksanaan uji kompetensi atau sertifikasi kompetensi yang dilakukan Dewan Pers, menurut Mahkamah, hal tersebut persoalan konkret yang sudah diselesaikan melalui keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Nomor 235/Pdt/G/2018/PN.Jkt.Pst atau Putusan Pengadilan Tinggi DKI.
Adapun mengenai dalil para pemohon terkait Pasal 15 ayat 5 UU Pers yang dianggap menimbulkan ketidakjelasan tafsir sehingga para pemohon tidak bisa menjadi anggota Dewan Pers yang penetapannya melalui putusan presiden, Mahkamah berpendapat keanggotaan Dewan Pers yang ditetapkan melalui putusan presiden tidak mengurangi independensi Dewan Pers. Sebab, proses pemilihan anggota Dewan Pers ditentukan dalam Pasal 15 ayat (3) UU Pers.
"Anggota Dewan Pers ditentukan sendiri oleh insan pers yang bekecimpung di dunia pers, keberadaan putusan presiden hanya sebagai pengesahan. Presiden tidak dapat campur tangan dalam proses penentuan keanggotaan Dewan Pers," tegas Arief.
Arief menjelaskan jika para pemohon merasa dirugikan dengan tidak ditetapkannya dirinya sebagai anggota Dewan Pers, persoalan tersebut adalah persoalan konkret bukan konstitusionalitas norma. "Pokok permohonan tidak beralasan menurut hukum," tegas dia.
Pada kesempatan itu, Mahkamah menegaskan meskipun UU Nomor 40 Tahun 1999 telah menjamin kemerdekaan pers serta penerapan
self regulation, namun kini justru muncul kecenderungan pers yang terlalu bebas.
Mahkamah mengingatkan kembali pers tidak cukup hanya berpegang pada prinsip kemerdekaan, kebebasan, dan independensi, namun menjalankan fungsi sebagai pilar demokrasi secara bertanggung jawab.
"Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa serta opini dalam menghormati norma agama, kesusilaan dan asas praduga tak bersalah. Dalam menjalankan profesinya wartawan menaati kode etik jurnalistik," ujar Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AZF)