Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Lembaga Antikorupsi mendalami lewat bukti-bukti.
"KPK sangat terbuka kemungkinan untuk terus melakukan pendalaman dan pengembangan perkara selain tindak pidana Korupsi berdasarkan kecukupan alat bukti," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding saat dikonfirmasi, Jumat, 16 Juli 2021.
Ipi mengatakan KPK akan menganalisa berbagai fakta yang terungkap di persidangan. Putusan hakim akan dipelajari jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Menganalisis seluruh fakta-fakta hukum selama proses persidangan yang telah termuat dalam pertimbangan putusan majelis hakim," ujar Ipi.
Edhy divonis selama lima tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Ia terbukti menerima suap total Rp25,7 miliar atas pengadaan ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. Uang itu diterima Edhy melalui dua mata uang.
Baca: KPK Diminta Bongkar Dugaan Pencucian Uang Kasus Edhy Prabowo
Politikus Gerindra itu menerima uang US$77 ribu atau sekitar Rp1,12 miliar melalui asisten pribadinya Amiril Mukminin dan staf khusus menteri kelautan dan perikanan Safri. Duit itu diterima dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito.
Edhy juga menerima Rp24,62 miliar melalui Amiril, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih, staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta, serta pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe.
Seluruh pemberian fulus tersebut untuk mempercepat persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor BBL kepada perusahaan-perusahaan pengekspor. Uang diberikan bertahap Februari hingga November 2020.
Perbuatan Edhy melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sejumlah terdakwa lain yang terlibat kasus rasuah itu juga sudah dijatuhi hukuman. Yakni, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe divonis empat tahun penjara. Kemudian, denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan.
Staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta dan Safri serta asisten pribadi Edhy, Amiril Mukminin, divonis selama empat tahun enam bulan penjara. Ketiganya juga didenda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang mengusut dugaan tindak pidana
pencucian uang (TPPU) yang dilakukan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo. Lembaga Antikorupsi mendalami lewat bukti-bukti.
"KPK sangat terbuka kemungkinan untuk terus melakukan pendalaman dan pengembangan perkara selain tindak pidana Korupsi berdasarkan kecukupan alat bukti," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati Kuding saat dikonfirmasi, Jumat, 16 Juli 2021.
Ipi mengatakan KPK akan menganalisa berbagai fakta yang terungkap di persidangan. Putusan hakim akan dipelajari jaksa penuntut umum (JPU) KPK.
"Menganalisis seluruh fakta-fakta hukum selama proses persidangan yang telah termuat dalam pertimbangan putusan majelis hakim," ujar Ipi.
Edhy divonis selama lima tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Ia terbukti menerima suap total Rp25,7 miliar atas pengadaan ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. Uang itu diterima Edhy melalui dua mata uang.
Baca:
KPK Diminta Bongkar Dugaan Pencucian Uang Kasus Edhy Prabowo
Politikus Gerindra itu menerima uang US$77 ribu atau sekitar Rp1,12 miliar melalui asisten pribadinya Amiril Mukminin dan staf khusus menteri kelautan dan perikanan Safri. Duit itu diterima dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito.
Edhy juga menerima Rp24,62 miliar melalui Amiril, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih, staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta, serta pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe.
Seluruh pemberian fulus tersebut untuk mempercepat persetujuan pemberian izin budi daya lobster dan izin ekspor BBL kepada perusahaan-perusahaan pengekspor. Uang diberikan bertahap Februari hingga November 2020.
Perbuatan Edhy melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sejumlah terdakwa lain yang terlibat
kasus rasuah itu juga sudah dijatuhi hukuman. Yakni, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe divonis empat tahun penjara. Kemudian, denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan.
Staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta dan Safri serta asisten pribadi Edhy, Amiril Mukminin, divonis selama empat tahun enam bulan penjara. Ketiganya juga didenda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)