Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak hanya menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan pasal suap. Lembaga Antikorupsi juga dinilai perlu mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Idealnya saat ini KPK harus segera menerbitkan surat perintah penyelidikan atas dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh para pelaku," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Kamis, 15 Juli 2021.
Kurnia menyebut Edhy menggunakan pihak lain untuk menyamarkan aset hasil kejahatan. Edhy juga meminjam rekening orang ketiga untuk menerima suap.
Pada persidangan terungkap Edhy membeli sejumlah barang saat perjalanan dinas ke Amerika Serikat. Edhy menggunakan kartu debit staf istrinya, Ainul Faqih, untuk pembayaran.
"Beberapa bukti awal sudah terlihat jelas dalam persidangan," ucap Kurnia.
Edhy divonis lima tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Ia terbukti menerima suap total Rp25,7 miliar atas pengadaan ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur Uang itu diterima Edhy melalui dua mata uang.
(Baca: ICW Nilai Edhy Prabowo Pantas Dihukum 20 Tahun Bui)
Politikus Gerindra itu menerima uang US$77 ribu atau sekitar Rp1,12 miliar melalui asisten pribadinya Amiril Mukminin dan staf khusus menteri kelautan dan perikanan Safri. Duit itu diterima dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito.
Edhy juga menerima Rp24,62 miliar melalui Amiril, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih, staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta, dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe.
Seluruh pemberian fulus tersebut untuk mempercepat persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada perusahaan-perusahaan pengekspor. Uang diberikan bertahap Februari hingga November 2020.
Perbuatan Edhy melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sejumlah terdakwa lain yang terlibat kasus rasuah itu juga sudah dijatuhi hukuman. Yakni, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe divonis empat tahun penjara. Kemudian, denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan.
Staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta dan Safri serta asisten pribadi Edhy, Amiril Mukminin, divonis selama empat tahun enam bulan penjara. Ketiganya juga didenda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) tak hanya menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo dengan pasal suap. Lembaga Antikorupsi juga dinilai perlu mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Idealnya saat ini KPK harus segera menerbitkan surat perintah penyelidikan atas dugaan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh para pelaku," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Kamis, 15 Juli 2021.
Kurnia menyebut Edhy menggunakan pihak lain untuk menyamarkan aset hasil kejahatan. Edhy juga meminjam rekening orang ketiga untuk menerima suap.
Pada persidangan terungkap Edhy membeli sejumlah barang saat perjalanan dinas ke Amerika Serikat. Edhy menggunakan kartu debit staf istrinya, Ainul Faqih, untuk pembayaran.
"Beberapa bukti awal sudah terlihat jelas dalam persidangan," ucap Kurnia.
Edhy divonis lima tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Ia terbukti menerima suap total Rp25,7 miliar atas pengadaan
ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur Uang itu diterima Edhy melalui dua mata uang.
(Baca:
ICW Nilai Edhy Prabowo Pantas Dihukum 20 Tahun Bui)
Politikus Gerindra itu menerima uang US$77 ribu atau sekitar Rp1,12 miliar melalui asisten pribadinya Amiril Mukminin dan staf khusus menteri kelautan dan perikanan Safri. Duit itu diterima dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito.
Edhy juga menerima Rp24,62 miliar melalui Amiril, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih, staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta, dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe.
Seluruh pemberian fulus tersebut untuk mempercepat persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada perusahaan-perusahaan pengekspor. Uang diberikan bertahap Februari hingga November 2020.
Perbuatan Edhy melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sejumlah terdakwa lain yang terlibat kasus rasuah itu juga sudah dijatuhi hukuman. Yakni, staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih dan pengurus PT ACK Siswadhi Pranoto Loe divonis empat tahun penjara. Kemudian, denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan.
Staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta dan Safri serta asisten pribadi Edhy, Amiril Mukminin, divonis selama empat tahun enam bulan penjara. Ketiganya juga didenda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)