Jakarta: Dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak berwenang memberikan izin penyadapan kepada penyidik. Dewan pengawas bukan yudikatif.
"Sehingga tidak punya kewenangan memberi izin penyadapan atau pengeledahan dan penyitaan," ujar pakar hukum tata negara Abdul Fickar Hadjar kepada Medcom.id, di Jakarta, Senin, 16 Desember 2019.
Kewenangan dewan pengawas memberikan izin penyadapan, pengeledahan, dan penyitaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Misalnya, Pasal 12 B ayat (1) berbunyi penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas.
Menurut dia, keberadaan dewan pengawas di dalam UU KPK juga sudah salah. Sebab, dewan pengawas mengambil alih kewenangan komisioner KPK selaku penegak hukum.
Dia menyarankan Presiden Joko Widodo fokus mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK ketimbang mencari dewan pengawas. Di samping itu, dia meminta pembentukan dewan pengawas menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas judicial review UU KPK.
"Jika Perppu menunggu putusan judicial review (JR) Mahkamah Konstitusi, pembentukan dewas juga harus menunggu JR," pungkas dia.
Sebelumnya, Jokowi mengungkapkan pemilihan anggota dewan pengawas KPK sudah tahap finalisasi. Sosok terpilih akan diperkenalkan kepada publik saat pelantikan pimpinan KPK anyar pada 20 Desember 2019.
Pemilihan dewan pengawas berbeda dengan seleksi pimpinan KPK. Presiden memilih langsung lima sosok yang akan mengisi posisi dewan pengawas.
Nama yang santer menduduki posisi tersebut di antaranya mantan anggota panitia seleksi pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman, guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Marcus Priyo Gunarto, mantan Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki, dan mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra.
Jakarta: Dewan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak berwenang memberikan izin penyadapan kepada penyidik. Dewan pengawas bukan yudikatif.
"Sehingga tidak punya kewenangan memberi izin penyadapan atau pengeledahan dan penyitaan," ujar pakar hukum tata negara Abdul Fickar Hadjar kepada
Medcom.id, di Jakarta, Senin, 16 Desember 2019.
Kewenangan dewan pengawas memberikan izin penyadapan, pengeledahan, dan penyitaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Misalnya, Pasal 12 B ayat (1) berbunyi penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas.
Menurut dia, keberadaan dewan pengawas di dalam UU KPK juga sudah salah. Sebab, dewan pengawas mengambil alih kewenangan komisioner KPK selaku penegak hukum.
Dia menyarankan Presiden Joko Widodo fokus mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK ketimbang mencari dewan pengawas. Di samping itu, dia meminta
pembentukan dewan pengawas menunggu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas
judicial review UU KPK.
"Jika Perppu menunggu putusan
judicial review (JR) Mahkamah Konstitusi, pembentukan dewas juga harus menunggu JR," pungkas dia.
Sebelumnya, Jokowi mengungkapkan pemilihan anggota dewan pengawas KPK sudah tahap finalisasi. Sosok terpilih akan diperkenalkan kepada publik saat pelantikan pimpinan KPK anyar pada 20 Desember 2019.
Pemilihan dewan pengawas berbeda dengan seleksi pimpinan KPK. Presiden memilih langsung lima sosok yang akan mengisi posisi dewan pengawas.
Nama yang santer menduduki posisi tersebut di antaranya mantan anggota panitia seleksi pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman, guru besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Marcus Priyo Gunarto, mantan Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki, dan mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)