Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengorek kepemilikan rekening mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014, Emirsyah Satar (ESA) di luar negeri. Ini untuk mengetahui aliran dana korupsi tersangka kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat itu.
"Penyidik melakukan klarifikasi terkait dugaan penerimaan dari tersangka sebagai bagian dari proses penelusuran transaksi aliran dana lintas negara," beber juru bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 17 Juli 2019.
Kemarin, Emirsyah diperiksa sebagai tersangka untuk kedua kali. Pengacara Emirsyah, Luhut Pangaribuan, mengaku kliennya ditanya soal rekening di Singapura.
"Ada satu rekening yang ditanyakan dan memang itu betul dan sudah ditanyakan. Ada di Singapura ya," ucap Luhut.
Emirsyah membantah memiliki rekening di luar negeri. Dia bilang selama ini hanya punya satu rekening.
"Tidak, rekening saya cuma satu. Itu bukan rekening saya," ucap Emirsyah singkat usai diperiksa.
(Baca juga: KPK Temukan Aliran Suap Baru dalam Kasus Garuda)
KPK menemukan adanya dugaan penggunaan puluhan rekening bank di luar negeri terkait kasus suap tersebut.
Pada 9 Juli 2019 KPK telah memeriksa tersangka lainnya, yakni pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus beneficial owner Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedrajat. Dalam pemeriksaan itu, KPK melakukan klarifikasi terkait dengan temuan baru dugaan aliran dana dalam kasus itu.
Satar diduga menerima suap dalam bentuk transfer uang dan aset yang nilainya mencapai lebih dari USD4 juta atau setara dengan Rp52 miliar dari perusahaan asal Inggris, Rolls-Royce, di antaranya melalui pendiri PT MRA Group Soetikno Soedarjo dalam kapasitas sebagai Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd.
Kasus suap diduga terjadi selama Satar menjabat sebagai Dirut PT Garuda Indonesia pada 2005 hingga 2014. KPK menduga Satar juga menerima suap terkait pembelian pesawat dari Airbus.
Dalam proses penyidikan kasus ini, KPK telah menyita sebuah rumah di daerah Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Rumah tersebut senilai Rp8,5 miliar. Uang untuk membeli rumah tersebut diduga berasal dari Soetikno Soedarjo.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengorek kepemilikan rekening mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014, Emirsyah Satar (ESA) di luar negeri. Ini untuk mengetahui aliran dana korupsi tersangka kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat itu.
"Penyidik melakukan klarifikasi terkait dugaan penerimaan dari tersangka sebagai bagian dari proses penelusuran transaksi aliran dana lintas negara," beber juru bicara KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 17 Juli 2019.
Kemarin, Emirsyah diperiksa sebagai tersangka untuk kedua kali. Pengacara Emirsyah, Luhut Pangaribuan, mengaku kliennya ditanya soal rekening di Singapura.
"Ada satu rekening yang ditanyakan dan memang itu betul dan sudah ditanyakan. Ada di Singapura ya," ucap Luhut.
Emirsyah membantah memiliki rekening di luar negeri. Dia bilang selama ini hanya punya satu rekening.
"Tidak, rekening saya cuma satu. Itu bukan rekening saya," ucap Emirsyah singkat usai diperiksa.
(Baca juga:
KPK Temukan Aliran Suap Baru dalam Kasus Garuda)
KPK menemukan adanya dugaan penggunaan puluhan rekening bank di luar negeri terkait kasus suap tersebut.
Pada 9 Juli 2019 KPK telah memeriksa tersangka lainnya, yakni pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus beneficial owner Connaught International Pte Ltd, Soetikno Soedrajat. Dalam pemeriksaan itu, KPK melakukan klarifikasi terkait dengan temuan baru dugaan aliran dana dalam kasus itu.
Satar diduga menerima suap dalam bentuk transfer uang dan aset yang nilainya mencapai lebih dari USD4 juta atau setara dengan Rp52 miliar dari perusahaan asal Inggris, Rolls-Royce, di antaranya melalui pendiri PT MRA Group Soetikno Soedarjo dalam kapasitas sebagai Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd.
Kasus suap diduga terjadi selama Satar menjabat sebagai Dirut PT Garuda Indonesia pada 2005 hingga 2014. KPK menduga Satar juga menerima suap terkait pembelian pesawat dari Airbus.
Dalam proses penyidikan kasus ini, KPK telah menyita sebuah rumah di daerah Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Rumah tersebut senilai Rp8,5 miliar. Uang untuk membeli rumah tersebut diduga berasal dari Soetikno Soedarjo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)