Jakarta: Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD buka suara soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait gugatan Partai Prima. Putusan ini memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda tahapan Pemilu 2024 sampai 2025.
"PN Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh Pengadilan Negeri (PN)," kata Mahfud dalam keterangannya, Kamis, 2 Maret 2023.
Mahfud menegaskan vonis itu salah. Logikanya sederhana, dan mudah dipatahkan. Tapi, kata dia, vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi.
"Bisa saja nanti ada yang mempolitisasi seakan-akan putusan itu benar. Saya minta KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum," tegas Mahfud.
Secara logika hukum, kata dia, KPU pasti menang. Sebab, pengadilan negeri tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut.
Alasan hukumnya, jelas Mahfud, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di pengadilan negeri.
Mahfud bilang sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Bada Pengawas Pemilu. Tapi, jika soal keputusan kepesertaan, paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," ungkap dia.
Jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu, maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Perbuatan melawan hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu. "Itu pakemnya."
Kemudian, terang dia, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan pengadilan negeri sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh pengadilan negeri.
Mahfud mengatakan menurut undnag-undang penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia.
"Misalnya di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan, tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu," jelas dia.
Sebelumnya, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Amar putusan itu memerintahkan KPU menunda tahapan Pemilu 2024.
"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," tulis salinan putusan yang dikutip Medcom.id pada Kamis, 2 Maret 2023.
Putusan itu juga menyebutkan bahwa Prima selaku penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh KPU. Penyelenggara pemilu itu juga dinyatakan telah melakukan perbuatan hukum.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam)
Mahfud MD buka suara soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait gugatan Partai Prima. Putusan ini memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda tahapan
Pemilu 2024 sampai 2025.
"PN Jakarta Pusat membuat sensasi yang berlebihan. Masak, KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh Pengadilan Negeri (PN)," kata Mahfud dalam keterangannya, Kamis, 2 Maret 2023.
Mahfud menegaskan vonis itu salah. Logikanya sederhana, dan mudah dipatahkan. Tapi, kata dia, vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi.
"Bisa saja nanti ada yang mempolitisasi seakan-akan putusan itu benar. Saya minta KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum," tegas Mahfud.
Secara logika hukum, kata dia, KPU pasti menang. Sebab, pengadilan negeri tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut.
Alasan hukumnya, jelas Mahfud, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di pengadilan negeri.
Mahfud bilang sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Bada Pengawas Pemilu. Tapi, jika soal keputusan kepesertaan, paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," ungkap dia.
Jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu, maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Perbuatan melawan hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu. "Itu pakemnya."
Kemudian, terang dia, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan pengadilan negeri sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh pengadilan negeri.
Mahfud mengatakan menurut undnag-undang penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia.
"Misalnya di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan, tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu," jelas dia.
Sebelumnya, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). Amar putusan itu memerintahkan KPU menunda tahapan
Pemilu 2024.
"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," tulis salinan putusan yang dikutip Medcom.id pada Kamis, 2 Maret 2023.
Putusan itu juga menyebutkan bahwa Prima selaku penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh KPU. Penyelenggara pemilu itu juga dinyatakan telah melakukan perbuatan hukum.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(AGA)