Jakarta: Doddy Prawiranegara tak kuasa menahan tangis saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam kasus penyalahgunaan narkoba yang melibatkannya bersama mantan Kapolda Sumatra Barat, Teddy Minahasa. Di akhir pleidoinya, Doddy berpesan kepada rekan-rekannya di institusi kepolisian untuk berhati-hati dalam menjalankan perintah.
"Untuk rekan-rekan di kepolisian, jadikan apa yang saya alami sebagai contoh nyata serta pembelajaran bahwa ketidakberdayaan terhadap sebuah perintah, jika perintah itu salah, rekan-rekan harus lawan dengan satu keyakinan, yaitu ingat dan sayangi orang tua dan keluarga yang menunggu di rumah, itu lebih berharga dari apapun," kata Doddy dalam pleidoi yang dibacakannya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu, 5 April 2023.
Hal itu disampaikan berkaca pada kasus hukum yang dia jalani saat ini. Dia harus berurusan dengan hukum akibat menjalani perintah atasan dan daya paksa dari Teddy Minahasa.
Dia mengaku berada pada posisi tidak berdaya untuk menolak perintah tersebut. Apalagi sikap patuh sudah dia dapatkan sejak menempuh pendidikan di akademi kepolisian.
"Sejak saya lulus akpol 2001, saya didoktrin patuh kepada negara dan pimpinannya," jelas Doddy.
Tak hanya Doddy, kuasa hukumnya turut membacakan nota pembelaan. Mereka meyakini Doddy merupakan pihak yang menerima perintah sehingga tidak dapat dipidana karena perintah yang salah itu.
Doddy dituntut pidana 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider enam bulan kurungan penjara. Doddy bersama terdakwa Teddy Minahasa, Linda Pujiastuti, dan Syamsul Maarif dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menukar sabu dengan tawas dan menjadi perantara jual beli narkotika jenis sabu.
Dia dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. (Marselina Tabita Tumundo)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Doddy Prawiranegara tak kuasa menahan tangis saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam kasus penyalahgunaan
narkoba yang melibatkannya bersama mantan Kapolda Sumatra Barat,
Teddy Minahasa. Di akhir pleidoinya, Doddy berpesan kepada rekan-rekannya di institusi kepolisian untuk berhati-hati dalam menjalankan perintah.
"Untuk rekan-rekan di kepolisian, jadikan apa yang saya alami sebagai contoh nyata serta pembelajaran bahwa ketidakberdayaan terhadap sebuah perintah, jika perintah itu salah, rekan-rekan harus lawan dengan satu keyakinan, yaitu ingat dan sayangi orang tua dan keluarga yang menunggu di rumah, itu lebih berharga dari apapun," kata Doddy dalam pleidoi yang dibacakannya di
Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu, 5 April 2023.
Hal itu disampaikan berkaca pada kasus hukum yang dia jalani saat ini. Dia harus berurusan dengan hukum akibat menjalani perintah atasan dan daya paksa dari Teddy Minahasa.
Dia mengaku berada pada posisi tidak berdaya untuk menolak perintah tersebut. Apalagi sikap patuh sudah dia dapatkan sejak menempuh pendidikan di akademi kepolisian.
"Sejak saya lulus akpol 2001, saya didoktrin patuh kepada negara dan pimpinannya," jelas Doddy.
Tak hanya Doddy, kuasa hukumnya turut membacakan nota pembelaan. Mereka meyakini Doddy merupakan pihak yang menerima perintah sehingga tidak dapat dipidana karena perintah yang salah itu.
Doddy dituntut pidana 20 tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsider enam bulan kurungan penjara. Doddy bersama terdakwa Teddy Minahasa, Linda Pujiastuti, dan Syamsul Maarif dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menukar sabu dengan tawas dan menjadi perantara jual beli narkotika jenis sabu.
Dia dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. (
Marselina Tabita Tumundo)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)