Jakarta: KPK akan memeriksa Notaris PPAT Erna Priyono. Dia diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.
Belum diketahui secara rinci kaitan Erna dengan kasus korupsi pesawat Garuda Indonesia ini. Kuat dugaan, dia diperiksa karena mengetahui, melihat, atau mendengar ihwal rasuah dari perusahaan berpelat merah tersebut.
Sejumlah saksi telah diperiksa penyidik untuk mengusut sekaligus melengkapi berkas perkara Emirsyah. Dalam pemeriksaan, beberapa hal didalami, salah satunya terkait kontrak jasa konsultasi dalam pengadaan pesawat tersebut.
Tak hanya itu, sepanjang proses penyidikan kasus ini, tiga saksi yakni Sallyawati Rahardja, Hadinoto Soedigno, dan Agus Wahjudo telah dicegah KPK. Selain mencegah, KPK juga menggeladah sejumlah lokasi, salah satunya di Wisma MRA, kantor perusahaan milik Soetikno.
Baca: 23 Saksi Diperiksa Kasus Korupsi Pesawat Garuda
KPK telah menetapkan Emirsyah Satar dan Soetikno Soedardjo selaku bos Mugi Rekso Abadi (MRA) Grup sekaligus Beneficial Owner Connaught Intenational sebagai tersangka. Keduanya disinyalir telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan mesin dan pesawat untuk PT Garuda Indonesia.
Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno dalam bentuk uang dan barang dari Rolls Royce. Emir diduga menerima 1,2 juta Euro dan USD180 ribu atau setara Rp20 miliar, sedangkan barang yang diterima senilai USD2 juta dan tersebar di Singapura dan Indonesia.
Atas dugaan itu, Emirsyah sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Soetikno selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/ZkeWmvZN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: KPK akan memeriksa Notaris PPAT Erna Priyono. Dia diperiksa terkait kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ESA (Emirsyah Satar)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Kamis, 25 Januari 2018.
Belum diketahui secara rinci kaitan Erna dengan kasus korupsi pesawat Garuda Indonesia ini. Kuat dugaan, dia diperiksa karena mengetahui, melihat, atau mendengar ihwal rasuah dari perusahaan berpelat merah tersebut.
Sejumlah saksi telah diperiksa penyidik untuk mengusut sekaligus melengkapi berkas perkara Emirsyah. Dalam pemeriksaan, beberapa hal didalami, salah satunya terkait kontrak jasa konsultasi dalam pengadaan pesawat tersebut.
Tak hanya itu, sepanjang proses penyidikan kasus ini, tiga saksi yakni Sallyawati Rahardja, Hadinoto Soedigno, dan Agus Wahjudo telah dicegah KPK. Selain mencegah, KPK juga menggeladah sejumlah lokasi, salah satunya di Wisma MRA, kantor perusahaan milik Soetikno.
Baca: 23 Saksi Diperiksa Kasus Korupsi Pesawat Garuda
KPK telah menetapkan Emirsyah Satar dan Soetikno Soedardjo selaku bos Mugi Rekso Abadi (MRA) Grup sekaligus Beneficial Owner Connaught Intenational sebagai tersangka. Keduanya disinyalir telah melakukan tindak pidana korupsi pengadaan mesin dan pesawat untuk PT Garuda Indonesia.
Emirsyah diduga menerima suap dari Soetikno dalam bentuk uang dan barang dari Rolls Royce. Emir diduga menerima 1,2 juta Euro dan USD180 ribu atau setara Rp20 miliar, sedangkan barang yang diterima senilai USD2 juta dan tersebar di Singapura dan Indonesia.
Atas dugaan itu, Emirsyah sebagai penerima suap dijerat Pasal 12 huruf a atau b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Soetikno selaku pemberi suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)