Ilustrasi Kejaksaan Agung. MI Pius Erlangga.
Ilustrasi Kejaksaan Agung. MI Pius Erlangga.

Kejagung Masih Menunggu Sikap Pinangki

Tri Subarkah • 10 Februari 2021 00:08
Jakarta: Kejaksaan Agung siap mengikuti keputusan Pinangki Sirna Malasari terkait vonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Pinangki masih pikir-pikir terkait putusan itu.
 
"Kita tunggu sikap dia," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejagung Ali Mukartono di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selata, Selasa, 9 Februari 2021.
 
Pinangki belum memutuskan sikapnya terkait banding putusan hakim. Mantan jaksa itu memiliki waktu tujuh hari setelah putusan pengadilan untuk memutuskan banding atau tidak.

"Mengenai banding kita belum tahu. Masih akan berkoordinasi dulu ke Rutan, dengan Mbak Pinangki," ujar penasihat Pinangki, Kresna Hutauruk, saat dikonfirmasi.
 
Vonis Pinangki lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa menuntut Pinangki dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Majelis hakim menilai tuntutan jaksa terhadap Pinangki masih terlalu rendah.
 
(Baca: Pinangki Dianggap Lebih Pantas Divonis 20 Tahun Bui, Bukan 10 Tahun)
 
Padahal, mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung itu terbukti melakukan tiga kejahatan. "Majelis hakim menilai tuntutan terlalu rendah, sedangkan putusan kepada terdakwa dilayak adil dan tidak bertentangan dengan keadilan rasa masyarakat," kata Hakim Ketua IGN Eko Purnomo Purwanto dalam sidang putusan.
 
Pekerjaan Pinangki sebagai aparat penegak hukum menjadi salah satu alasan pemberat majelis menjatuhkan putusan. Selain itu, Pinangki juga dinilai telah membantu terpidana korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra menghindari pelaksanaan putusan peninjauan kembali (PK).
 
"Terdakwa menyangkal dan menutupi keterlibatan pihak-pihak lain yang terlibat, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, terdakwa berbelit-belit dalan tidak mengakui kesalahan, terdakwa menikmati hasil kejahatan," papar Eko.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan