Kasus Suap Wakil Ketua DPRD Jatim Masih Sekadar Dana Hibah
Candra Yuri Nuralam • 29 Desember 2022 08:50
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum melihat adanya tindakan pidana lain dalam kasus suap yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P Simandjuntak. Hingga kini, pelanggaran hukumnya masih dugaan suap pengelolaan dana hibah di Provinsi Jawa Timur.
"Sekali lagi yang disampaikan ke pimpinan baru sebatas hibah dana yang berapa itu yang sudah kita ekspose di dalam proses pengembangannya itu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis, 29 Desember 2022.
Alex mengatakan hingga kini pihaknya masih melakukan pendalaman kasus. KPK tidak segan melakukan pengembangan perkara jika penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup.
"Sejauh ini belum ada informasinya dari penyidik, arahnya ke mana dan sebagainya tentu ketika ditemukan informasi yang lain dan dapat bukti taruh lah 'Pak ada tersangka baru', pasti akan dieskpose," ujar Alex.
Alex berjanji pihaknya bakal terbuka dalam memberikan informasi pengembangan kasus ke masyarakat. Tapi, dia juga meminta pihaknya diberikan ruang untuk menyelesaikan perkara.
"Pasti akan kita sampaikan," ucap Alex.
Sahat ditetapkan tersangka bersama tiga orang lain, yakni Kepala Desa Jelgung, Abdul Hamid, staf ahli Sahat, Rusdi, dan Koordinator Lapangan Pokok Masyarakat (Pokmas), Ilham Wahyudi.
Sahat diduga memanfaatkan jabatannya untuk membantu melancarkan pemberian dana hibah. Pihak yang mau dibantu wajib membuat kesepakatan pemberian uang muka atau disebut dengan ijon.
Abdul Hamid merupakan salah satu pihak yang tertarik dengan tawaran Sahat. Abdul kemudian membuat perjanjian ijon sebesar 20 persen dari nilai dana hibah jika bisa dibantu Sahat. Abdul juga dapat jatah 10 persen.
Sahat diduga sudah membantu Abdul menyalurkan dana hibah pada 2021 dan 2022. Dana tiap tahun yang disalurkan yakni Rp40 miliar. Kongkalikong keduanya kali ini untuk membantu pencairan dana hibah pada 2023 dan 2024.
Uang yang dijanjikan yakni Rp2 miliar. KPK keburu menangkap para tersangka saat pemberian uang Rp1 miliar.
Abdul dan Ilham disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu Sahat dan Rusdi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum melihat adanya tindakan pidana lain dalam kasus suap yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P Simandjuntak. Hingga kini, pelanggaran hukumnya masih dugaan suap pengelolaan dana hibah di Provinsi Jawa Timur.
"Sekali lagi yang disampaikan ke pimpinan baru sebatas hibah dana yang berapa itu yang sudah kita ekspose di dalam proses pengembangannya itu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis, 29 Desember 2022.
Alex mengatakan hingga kini pihaknya masih melakukan pendalaman kasus. KPK tidak segan melakukan pengembangan perkara jika penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup.
"Sejauh ini belum ada informasinya dari penyidik, arahnya ke mana dan sebagainya tentu ketika ditemukan informasi yang lain dan dapat bukti taruh lah 'Pak ada tersangka baru', pasti akan dieskpose," ujar Alex.
Alex berjanji pihaknya bakal terbuka dalam memberikan informasi pengembangan kasus ke masyarakat. Tapi, dia juga meminta pihaknya diberikan ruang untuk menyelesaikan perkara.
"Pasti akan kita sampaikan," ucap Alex.
Sahat ditetapkan tersangka bersama tiga orang lain, yakni Kepala Desa Jelgung, Abdul Hamid, staf ahli Sahat, Rusdi, dan Koordinator Lapangan Pokok Masyarakat (Pokmas), Ilham Wahyudi.
Sahat diduga memanfaatkan jabatannya untuk membantu melancarkan pemberian dana hibah. Pihak yang mau dibantu wajib membuat kesepakatan pemberian uang muka atau disebut dengan ijon.
Abdul Hamid merupakan salah satu pihak yang tertarik dengan tawaran Sahat. Abdul kemudian membuat perjanjian ijon sebesar 20 persen dari nilai dana hibah jika bisa dibantu Sahat. Abdul juga dapat jatah 10 persen.
Sahat diduga sudah membantu Abdul menyalurkan dana hibah pada 2021 dan 2022. Dana tiap tahun yang disalurkan yakni Rp40 miliar. Kongkalikong keduanya kali ini untuk membantu pencairan dana hibah pada 2023 dan 2024.
Uang yang dijanjikan yakni Rp2 miliar. KPK keburu menangkap para tersangka saat pemberian uang Rp1 miliar.
Abdul dan Ilham disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu Sahat dan Rusdi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)