medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung memastikan akan mengeksekusi 10 terpidana mati kasus narkoba. Sedianya mereka dieksekusi Jumat dini hari pekan lalu, namun ditunda.
Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rochmad belum bisa memastikan waktu pelaksanaan eksekusi mati yang keempat ini. "Sesegera mungkin," kata Noor di Kantor Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (2/8/2016).
(Klik: Keluarga Bersyukur Zulfiqar Batal Dieksekusi)
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, eksekusi mereka ditangguhkan lantaran sejumlah alasan. Noor melanjutkan, Kejaksaan Agung masih mencari waktu yang tepat untuk mengeksekusi mereka.
Noor memastikan, kelanjutan eksekusi mati 10 terpidana itu tinggal menunggu waktu yang tepat. "Tunggu waktu, itu kan ditangguhkan," kata Noor.
Pekan lalu, Kejaksaan Agung mengeksekusi Freddy Budiman (warga Indonesia), Michael Titus (Nigeria), Humprey Ejike (Nigeria), Seck Osmane (Nigeria).
(Klik: Surat Habibie Jadi Pertimbangan Eksekusi Mati Jilid IV)
10 terpidana yang ditangguhkan eksekusinya yakni Zulfiqar Ali (Pakistan), Obinna Nwajagu (Nigeria), Ozias Sibanda (Zimbabwe), Fedderrik Luttar (Zimbabwe), Agus Hadi (WNI), Pujo Lestari bin Sukatno (WNI), Gurdip Singh (India), Merri Utama (WNI), Okonkwo Nongso Kingsley (Nigeria), Ugene Ape (Nigeria).
Prasetyo menegaskan, penundaan eksekusi mati kepada 10 terpidana mati bukan karena ada tekanan. Dia berharap, negara yang warganya harus menjalani hukuman mati di Indonesia menghormati kedaulatan hukum di Indonesia.
Dia menegaskan, kejahatan narkoba semakin masif merambah hingga ke desa. Penyebarannya pun sudah masuk ke dunia pendidikan. Ia menyontohkan seorang guru besar sebuah universitas ada yang menggunakan narkoba.
Data yang dikantongi Prasetyo bahwa saat ini korban penyalahgunaan narkoba di Indonesia lebih dari lima juta orang. Dari jumlah itu 1,5 juta di antaranya sudah tidak mungkin diobati. "Sudah menjadi sampah masyarakat," tegasnya.
Prasetyo juga menyebut hampir 40 orang sampai 50 orang setiap hari meninggal karena penyalahgunaan narkoba. Lebih dari 60 persen penghuni lapas terlibat kejahatan narkoba.
Setelah eksekusi tahap ketiga, muncul isu Freddy Budiman memberikan uang kepada anggota BNN Rp450 miliar dan Rp90 miliar untuk pejabat tertentu di Mabes Polri.
Adalah Koordinator Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar yang mengungkapkan itu. Haris mengaku mendapat informasi itu langsung dari mulut Freddy pada 2014.
(Klik: Haris Azhar Ungkap Freddy Budiman Beri Upeti BNN Rp450 Miliar)
Freddy divonis sebagai pemilik 1,4 juta butir ekstasi. Meski di penjara, Freddy masih mengendalikan bisnis terlarang ini. Bahkan, ia sempat membuat narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur.
(Klik: BNN Telusuri Informasi Pihak yang Diduga 'Bermain' dengan Freddy Budiman)
medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung memastikan akan mengeksekusi 10 terpidana mati kasus narkoba. Sedianya mereka dieksekusi Jumat dini hari pekan lalu, namun ditunda.
Jaksa Agung Muda Pidana Umum Noor Rochmad belum bisa memastikan waktu pelaksanaan eksekusi mati yang keempat ini. "Sesegera mungkin," kata Noor di Kantor Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (2/8/2016).
(
Klik: Keluarga Bersyukur Zulfiqar Batal Dieksekusi)
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan, eksekusi mereka ditangguhkan lantaran sejumlah alasan. Noor melanjutkan, Kejaksaan Agung masih mencari waktu yang tepat untuk mengeksekusi mereka.
Noor memastikan, kelanjutan eksekusi mati 10 terpidana itu tinggal menunggu waktu yang tepat. "Tunggu waktu, itu kan ditangguhkan," kata Noor.
Pekan lalu, Kejaksaan Agung mengeksekusi Freddy Budiman (warga Indonesia), Michael Titus (Nigeria), Humprey Ejike (Nigeria), Seck Osmane (Nigeria).
(
Klik: Surat Habibie Jadi Pertimbangan Eksekusi Mati Jilid IV)
10 terpidana yang ditangguhkan eksekusinya yakni Zulfiqar Ali (Pakistan), Obinna Nwajagu (Nigeria), Ozias Sibanda (Zimbabwe), Fedderrik Luttar (Zimbabwe), Agus Hadi (WNI), Pujo Lestari bin Sukatno (WNI), Gurdip Singh (India), Merri Utama (WNI), Okonkwo Nongso Kingsley (Nigeria), Ugene Ape (Nigeria).
Prasetyo menegaskan, penundaan eksekusi mati kepada 10 terpidana mati bukan karena ada tekanan. Dia berharap, negara yang warganya harus menjalani hukuman mati di Indonesia menghormati kedaulatan hukum di Indonesia.
Dia menegaskan, kejahatan narkoba semakin masif merambah hingga ke desa. Penyebarannya pun sudah masuk ke dunia pendidikan. Ia menyontohkan seorang guru besar sebuah universitas ada yang menggunakan narkoba.
Data yang dikantongi Prasetyo bahwa saat ini korban penyalahgunaan narkoba di Indonesia lebih dari lima juta orang. Dari jumlah itu 1,5 juta di antaranya sudah tidak mungkin diobati. "Sudah menjadi sampah masyarakat," tegasnya.
Prasetyo juga menyebut hampir 40 orang sampai 50 orang setiap hari meninggal karena penyalahgunaan narkoba. Lebih dari 60 persen penghuni lapas terlibat kejahatan narkoba.
Setelah eksekusi tahap ketiga, muncul isu Freddy Budiman memberikan uang kepada anggota BNN Rp450 miliar dan Rp90 miliar untuk pejabat tertentu di Mabes Polri.
Adalah Koordinator Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar yang mengungkapkan itu. Haris mengaku mendapat informasi itu langsung dari mulut Freddy pada 2014.
(
Klik: Haris Azhar Ungkap Freddy Budiman Beri Upeti BNN Rp450 Miliar)
Freddy divonis sebagai pemilik 1,4 juta butir ekstasi. Meski di penjara, Freddy masih mengendalikan bisnis terlarang ini. Bahkan, ia sempat membuat narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur.
(
Klik: BNN Telusuri Informasi Pihak yang Diduga 'Bermain' dengan Freddy Budiman)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(TRK)