Jakarta: Kubu terdakwa Irfan Widyanto heran jaksa penuntut umum (JPU) menolak menghadirkan ahli pidana serta informasi transaksi dan elektronik (ITE). Kedua ahli yang belum diketahui sosoknya tercatat pada berkas perkara Irfan Widyanto.
Kuasa Hukum Irfan Widyanto, M Fattah Riphat, sempat mengajukan protes terkait langkah jaksa tersebut. Kedua ahli itu dinilai dapat memberikan keterangan yang meringankan kliennya.
"Mohon agar majelis hakim mencatat bahwa dalam berkas perkara terdakwa Irfan Widyanto, baik ahli UU ITE maupun ahli pidana menyatakan bahwa terdakwa Irfan Widyanto tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana," kata Riphat saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis, 5 Januari 2023.
Riphat menduga batalnya kedua ahli itu lantaran keterangan mereka bakal mengubah arah dakwaan di persidangan. Padahal, keterangan ahli itu sudah menjadi dasar dakwaan jaksa.
"Karena hal tersebut ini, pihak penuntut umum tidak mau menghadirkan dua ahli tersebut. Padahal, yang menjadi dasar dakwaan penuntut umum adalah salah satunya keterangan ahli," ujar Riphat.
Riphat menilai kliennya tidak bisa dijerat dengan pasal yang didakwakan jaksa. Sebab, keterangan ahli yang tercatat pada berkas perkara itu diyakini sudah berpendapat lain.
"Artinya terdakwa Irfan Widyanto menurut para ahli, tidak dapat dijerat semua pasal yang didakwakan," ucap Riphat.
Irfan Widyanto didakwa terlibat kasus obstruction of justice dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria Adi Purnama, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Arif Rachman Arifin serta Ferdy Sambo.
Mereka didakwa melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Atau diancam dengan pidana dalam Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta: Kubu terdakwa
Irfan Widyanto heran jaksa penuntut umum (JPU) menolak menghadirkan ahli pidana serta informasi transaksi dan elektronik (ITE). Kedua ahli yang belum diketahui sosoknya tercatat pada berkas perkara Irfan Widyanto.
Kuasa Hukum Irfan Widyanto, M Fattah Riphat, sempat mengajukan protes terkait langkah jaksa tersebut. Kedua ahli itu dinilai dapat memberikan keterangan yang meringankan kliennya.
"Mohon agar majelis hakim mencatat bahwa dalam berkas perkara terdakwa Irfan Widyanto, baik ahli UU ITE maupun ahli pidana menyatakan bahwa terdakwa Irfan Widyanto tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana," kata Riphat saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (
PN Jaksel), Kamis, 5 Januari 2023.
Riphat menduga batalnya kedua ahli itu lantaran keterangan mereka bakal mengubah arah dakwaan di persidangan. Padahal, keterangan ahli itu sudah menjadi dasar dakwaan jaksa.
"Karena hal tersebut ini, pihak penuntut umum tidak mau menghadirkan dua ahli tersebut. Padahal, yang menjadi dasar dakwaan penuntut umum adalah salah satunya keterangan ahli," ujar Riphat.
Riphat menilai kliennya tidak bisa dijerat dengan pasal yang didakwakan jaksa. Sebab, keterangan ahli yang tercatat pada berkas perkara itu diyakini sudah berpendapat lain.
"Artinya terdakwa Irfan Widyanto menurut para ahli, tidak dapat dijerat semua pasal yang didakwakan," ucap Riphat.
Irfan Widyanto didakwa terlibat kasus
obstruction of justice dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias
Brigadir J. Perbuatan itu dilakukan bersama-sama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria Adi Purnama, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto, dan Arif Rachman Arifin serta Ferdy Sambo.
Mereka didakwa melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 subsider Pasal 48 Jo Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Atau diancam dengan pidana dalam Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)