Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) menjelaskan perbedaan kerugian perekonomian negara dan keuangan negara dalam dakwaan kasus korupsi perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit atau crude palm oil (CPO) oleh Kementerian Perdagangan. Dua instrumen tindak pidana itu tidak ditotal.
"Kalau untuk kerugian negara itu negara mengeluarkan uang, sudah. Kalau perekonomian itu nanti yang jawab ahli. Cara menghitungnya itu ahli," kata JPU Muhammad di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu, 31 Agustus 2022.
Penulisan perbedaan kerugian disengaja. Penyusunan dakwaan terkait nilai korupsi itu sejak awal tidak ditotal.
"Ya karena itu kan beda antara perekonomian dan keuangan negara, makanya kami pisah, seperti itu," ucap Muhammad.
Pada perkara ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa rugikan negara total Rp18 triliun. Perbuatan itu juga dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) menjelaskan perbedaan kerugian perekonomian negara dan keuangan negara dalam dakwaan kasus
korupsi perizinan persetujuan ekspor (PE) minyak sawit atau
crude palm oil (CPO) oleh Kementerian Perdagangan. Dua instrumen tindak pidana itu tidak ditotal.
"Kalau untuk kerugian negara itu negara mengeluarkan uang, sudah. Kalau perekonomian itu nanti yang jawab ahli. Cara menghitungnya itu ahli," kata
JPU Muhammad di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu, 31 Agustus 2022.
Penulisan perbedaan kerugian disengaja. Penyusunan dakwaan terkait nilai korupsi itu sejak awal tidak ditotal.
"Ya karena itu kan beda antara perekonomian dan keuangan negara, makanya kami pisah, seperti itu," ucap Muhammad.
Pada perkara ini, mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana, didakwa rugikan negara total Rp18 triliun. Perbuatan itu juga dilakukan bersama tim asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley Ma; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
Perbuatan itu terkait pemufakatan atas terbitnya perizinan PE CPO oleh Kementerian Perdagangan yang melawan hukum. Mereka didakwa memperkaya diri, orang lain, dan korporasi. Yakni, Grup Wilmar, Grup Musim Mas, dan Grup Permata Hijau.
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara yang dirugikan Rp6.047.645.700.000 dan perekonomian negara sejumlah Rp12.312.053.298.925.
Indra, Lin Che Wei, Master, Stanley, dan Pierre didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)