Jakarta: Hedi Setiawan, tersangka kasus suap hakim ad hoc Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hadi sempat lolos dari penyidik ketika operasi tangkap tangan (OTT) pekan lalu.
"HS (Hadi Setiawan) menyerahkan diri kepada penyidik KPK di lobi Hotel Sun City, Sidoarjo, Jawa Timur, pada Selasa, 4 September 2018," kata juru bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 4 September 2018.
Febri menjelaskan Hadi menyerahkan diri dengan diantar oleh istri dan keluarganya. Ia bertemu dengan KPK di Hotel Sun City.
Penyidik KPK memberikan surat perintah penangkapan kepada istri HS sebagai pemenuhan hak tersangka. Saat ini, Hadi sudah tiba di Gedung KPK untuk diperiksa lebih lanjut.
KPK sebelumnya menetapkan empat tersangka dalam OTT di PN Medan. Mereka adalah Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Medan Merry Purba, Panitera Pengganti Helpandi, pemilik PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi, dan orang kepercayaan Tamin, Hadi Setiawan.
Hakim Merry diduga menerima duit suap total SGD280 ribu atau setara Rp3 miliar. Duit suap ini diduga untuk memengaruhi keputusan majelis hakim dalam perkara korupsi lahan. ?Merry adalah hakim yang berbeda pendapat atau diistilahkan dissenting opinion terhadap vonis akhir Tamin.
Tamin menjadi terdakwa perkara korupsi lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. Tamin menjual 74 dari 126 hektare tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp236,2 miliar dan baru dibayar Rp132,4 miliar.
Baca: Potret Buram Korupsi di Pengadilan
Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Tamin divonis pidana enam tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Tamin divonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.
Atas perbuatannya, hakim Merry dan Helpandi selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Tamin dan Hadi selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 (1) a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Hedi Setiawan, tersangka kasus suap hakim ad hoc Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hadi sempat lolos dari penyidik ketika operasi tangkap tangan (OTT) pekan lalu.
"HS (Hadi Setiawan) menyerahkan diri kepada penyidik KPK di lobi Hotel Sun City, Sidoarjo, Jawa Timur, pada Selasa, 4 September 2018," kata juru bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 4 September 2018.
Febri menjelaskan Hadi menyerahkan diri dengan diantar oleh istri dan keluarganya. Ia bertemu dengan KPK di Hotel Sun City.
Penyidik KPK memberikan surat perintah penangkapan kepada istri HS sebagai pemenuhan hak tersangka. Saat ini, Hadi sudah tiba di Gedung KPK untuk diperiksa lebih lanjut.
KPK sebelumnya menetapkan empat tersangka dalam OTT di PN Medan. Mereka adalah Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Medan Merry Purba, Panitera Pengganti Helpandi, pemilik PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi, dan orang kepercayaan Tamin, Hadi Setiawan.
Hakim Merry diduga menerima duit suap total SGD280 ribu atau setara Rp3 miliar. Duit suap ini diduga untuk memengaruhi keputusan majelis hakim dalam perkara korupsi lahan. ?Merry adalah hakim yang berbeda pendapat atau diistilahkan
dissenting opinion terhadap vonis akhir Tamin.
Tamin menjadi terdakwa perkara korupsi lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. Tamin menjual 74 dari 126 hektare tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp236,2 miliar dan baru dibayar Rp132,4 miliar.
Baca: Potret Buram Korupsi di Pengadilan
Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Tamin divonis pidana enam tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Tamin divonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.
Atas perbuatannya, hakim Merry dan Helpandi selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Tamin dan Hadi selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 (1) a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)