Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan minimnya transparasi soal rekomendasi Ombudsman yang dijalankan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen Pas, Kemenkumham). Ini terkait rekomendasi masalah sel mewah di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
"Yang kita harapkan ini prosesnya akuntabel karena publik sudah mulai lelah dengan proses yang tertutup," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun kepada Medcom.id, Selasa, 25 September 2018.
Ia melihat Ombudsman dan Kemenkumham kurang membeberkan kepada publik mengenai letak permasalahan dan penyelesaiannya. Dia menilai Ombudsman bisa lebih spesifik, baik tentang tindak lanjut dan sanksi kepada yang melanggar.
"Ditjen Pas juga harus menjelaskan, siapa yang diberikan sanksi, mana yang diperbaiki, dan rekomendasi mana yang dijalankan," jelas Tama.
Menurut dia, sudah berulang kali Ombudsman memberi rekomendasi pada lembaga pemerintahan. Namun berulang kali juga rekomenasi seakan kandas karena publik tak diberi penjelasan rinci perwujudan rekomendasi itu.
Seharusnya, kata dia, pihak-pihak terkait menjadikan temuan sel mewah sebagai momentum untuk bersinergi. Kemenkumham bisa menggandeng Ombudsman atau bahkan mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk berbenah.
Tak sesuai Nawacita
Tama melihat semua pihak seolah baru bergerak ketika ada operasi tangkap tangan (OTT) atau tindakan klandestin lain. Hal ini, kata dia, tak sejalan dengan Nawacita dari Presiden Joko Widodo tentang perbaikan institusi pemerintahan dan penegakan hukum.
Baca: Marak Suap, Konsep Swastanisasi Penjara Ditawarkan
"Ini masih ada persoalan, dan ini menjadi tantangan bagaimana Presiden menjawab Nawacitanya terkait lapas," kata Tama.
Semua pihak diminta untuk tegak lurus dengan perintah Presiden karena masalah penegakan hukum menuntut kerja sama dari berbagai instansi terkait. Dengan begitu, penyelesaian masalah bisa lebih komprehensif.
"Jangan hanya sanksi-sanksi, tapi enggak ada desain besar pemerintah untuk memperbaiki," jelas dia.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/GNGqxEjk" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan minimnya transparasi soal rekomendasi Ombudsman yang dijalankan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen Pas, Kemenkumham). Ini terkait rekomendasi masalah sel mewah di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
"Yang kita harapkan ini prosesnya akuntabel karena publik sudah mulai lelah dengan proses yang tertutup," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun kepada
Medcom.id, Selasa, 25 September 2018.
Ia melihat Ombudsman dan Kemenkumham kurang membeberkan kepada publik mengenai letak permasalahan dan penyelesaiannya. Dia menilai Ombudsman bisa lebih spesifik, baik tentang tindak lanjut dan sanksi kepada yang melanggar.
"Ditjen Pas juga harus menjelaskan, siapa yang diberikan sanksi, mana yang diperbaiki, dan rekomendasi mana yang dijalankan," jelas Tama.
Menurut dia, sudah berulang kali Ombudsman memberi rekomendasi pada lembaga pemerintahan. Namun berulang kali juga rekomenasi seakan kandas karena publik tak diberi penjelasan rinci perwujudan rekomendasi itu.
Seharusnya, kata dia, pihak-pihak terkait menjadikan temuan sel mewah sebagai momentum untuk bersinergi. Kemenkumham bisa menggandeng Ombudsman atau bahkan mengajak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk berbenah.
Tak sesuai Nawacita
Tama melihat semua pihak seolah baru bergerak ketika ada operasi tangkap tangan (OTT) atau tindakan klandestin lain. Hal ini, kata dia, tak sejalan dengan Nawacita dari Presiden Joko Widodo tentang perbaikan institusi pemerintahan dan penegakan hukum.
Baca: Marak Suap, Konsep Swastanisasi Penjara Ditawarkan
"Ini masih ada persoalan, dan ini menjadi tantangan bagaimana Presiden menjawab Nawacitanya terkait lapas," kata Tama.
Semua pihak diminta untuk tegak lurus dengan perintah Presiden karena masalah penegakan hukum menuntut kerja sama dari berbagai instansi terkait. Dengan begitu, penyelesaian masalah bisa lebih komprehensif.
"Jangan hanya sanksi-sanksi, tapi enggak ada desain besar pemerintah untuk memperbaiki," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)