"Alasan pembelaan terdakwa tersebut tidak dapat diterima," tegas salah satu hakim anggota saat persidangan di PN Jakpus, Selasa, 19 April 2022.
Menurut majelis hakim, Ferdinand secara intensif menyebarkan cuitan kontroversial dalam periode tertentu. Khususnya terkait dengan kasus pendiri Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin, Bahar Bin Smith.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Hampir setiap 30 menit terdakwa mengunggah cuitan yang ditujukan kepada Bahar Bin Smith. Isi cuitan terdakwa pada pokoknya membenci atau tidak senang terhadap Bahar Bin Smith," jelas hakim.
Baca: Hakim: Ferdinand Hutahaean Bikin Resah
Sebelumnya, Ferdinand melalui pleidoinya mengaku kalimat 'Allah mu lemah' dalam cuitannya di Twitter ditulis usai dibisiki setan. Dia menganggap bisikan itu nyata.
"Yang berkata 'Hei Ferdinand, engkau akan mati dan tidak ada yang bisa menolongmu, Allah mu saja lemah dan harus dibela'. Yang kemudian saya respons dan tanggapi dengan kata hardik balik dengan kata Allah mu lemah," kata Ferdinand di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 12 April 2022.
Ferdinand terbukti melakukan tindak pidana terkait perbuatan onar di media sosial (medsos). Dia menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan masyarakat.
Dia menyebar delapan tweet yang menjadi bukti dia duduk di kursi pesakitan. Puncak dari seluruh unggahan Ferdinand melalui akun Twitter-nya yakni, menyebut 'Allahmu lemah'.
"Terdakwa menyatakan 'kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, dia lah pembelaku selalu dan Allah-ku tak perlu di bela'," tulis tweet Ferdinand.
Atas perbuatannya, dia dikenakan hukuman pidana selama lima bulan bui. Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta Ferdinand dihukum tujuh bulan penjara.
Ferdinand terbukti melanggar Pasal 14 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana sebagaimana dakwaan pertama primer.
Ferdinand serta jaksa menyatakan pikir-pikir terhadap vonis tersebut. Dengan demikian, putusan pengadilan belum berkekuatan hukum tetap atau inkrah.