Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. Medcom.id
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. Medcom.id

Pemohon Batal Ajukan Ahli, Sidang Uji Materiil UU Kejaksaan Berakhir

Faustinus Nua • 12 Juli 2023 22:03
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan uji materiil Pasal 1 angka 3, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Sidang kedelapan dari Perkara Nomor 30/PUU-XXI/2023 yang diajukan Jovi Andrea Bachtiar sebagai Analis Penuntutan/calon Jaksa pada Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una, Wakai beragendakan mendengarkan keteragan ahli dari pemohon.
 
“Namun, Mahkamah menerima surat dari kuasa Pemohon untuk pembatalan pengajuan ahli, sehingga sidang hari ini menjadi sidang terakhir. Agenda selanjutnya, yaitu penyerahan kesimpulan melalui Kepaniteraan MK selambat-lambatnya Jumat, 21 Juli 2023 pukul 10.00 WIB. Jadi kesimpulan dari masing-masing pihak sudah harus diterima di Kepaniteraan pada waktu yang ditentukan itu,” ucap Ketua MK Anwar Usman, Jakarta, Rabu, 12 Juli 2023.
 
Pada sidang terdahulu, pemohon meminta Mahkamah memberikan tafsir konstitusional untuk memperbaiki definisi penuntut umum dalam Pasal 1 angka 3 UU Kejaksaan agar mencakup Jaksa Agung, selain jaksa yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Sebab, bisa saja seorang Jaksa Agung merupakan pensiunan jaksa yang tidak lagi berstatus PNS. Dengan demikian, norma a quo diharapkan tidak lagi bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) UU Kejaksaan.

Berikutnya, pemohon memohonkan Mahkamah memberikan tafsir tentang pengangkatan Jaksa Agung yang tidak disertai adanya fit and proper test di DPR yang menjadi bagian dari penerapan check and balance. Hal ini dapat berakibat pada gangguan independensi Kejaksaan Agung sebagai penegak hukum di Indonesia.
 
Baca Juga: Gugatan Kewenangan Jaksa Dinilai Menghambat Pemberantasan Korupsi

Menurut pemohon, Pasal 20 UU Kejaksaan membuka ruang kesempatan dengan sangat mudah bagi seseorang yang tidak pernah mengalami berbagai hal dan tahapan proses sebagai jaksa menjadi Jaksa Agung. Padahal, kisah Yovi, pemohon, telah bersusah payah merintis karier sebagai seorang Analis Penuntutan selama 1–2 tahun dan mengikuti program Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) selama berbulan-bulan agar diangkat sebagai seorang jaksa.
 
Sehingga, norma tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945. Dalam petitumnya, pemohon meminta Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 1 angka 3, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 21 UU Kejaksaan bertentangan dengan UUD 1945.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan