Jakarta: Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyebut kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung) tak bisa lepas dari persepsi sabotase. Pasalnya, Kejagung tengah mengusut sejumlah kasus besar seperti Jiwasraya dan dugaan suap dari terpidana Djoko Tjandra.
Menurut dia, insiden ini dapat menjadi bentuk serangan terhadap penyidik. Hal ini mengingat kasus Djoko Tjandra menyeret mantan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.
“Bahkan sangat mungkin itu menjadi ancaman bagi penyidik kejaksaan untuk mengembangkan kasus jaksa Pinangki pada jaksa lainnya, termasuk para pejabat tingginya," ujar Abdul, Senin, 24 Agustus 2020.
Salah satu ruangan yang terbakar di Kejagung yakni milik jaksa Pinangki. Dia diduga menerima fulus US$500 ribu (Rp7 miliar) dari Djoko Tjandra. Pinangki telah dijebloskan ke ruang tahanan. Kasusnya masih dilakukan diselidiki Korps Adhyaksa.
"Ada info akan ada penetapan tersangka baru dari kalangan petinggi jaksa. Kemudian terjadi kebakaran besar di Kejagung," ujar dia.
Fickar menyebut dari rangkaian peristiwa ini sulit untuk tidak menyimpulkan salah satu penyebab kebakaran itu yakni sabotase. Sementara itu, pada 2000, Kejagung sempat diteror bom. Kala itu, Djoko Tjandra sedang diperiksa sebagai saksi atas tersangka Gubernur Bank Indonesia (nonaktif) Syahril Sabirin dalam kasus penyalahgunaan dana reboisasi.
Dua bom ditemukan di kamar mandi Lantai II Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung), Jalan Hasanuddin, Jakarta Selatan. Bom berupa kardus sebesar batu bata itu ditemukan Senior Inspektur (Kapten Polisi) Kasmen dari Bagian Pengawasan Senjata Api dan Bahan Peledak Polri.
Sementara itu, pada kebakaran ini, Kejagung sedang gencar menyelidiki kasus kakap. Salah satunya dugaan penyelewengan dana asuransi PT Asuransi Jiwasraya dengan kerugian negara mencapai Rp16 triliun.
Selain itu, Kejagung sedang mengusut dugaan korupsi importasi tekstil pada Direktorat Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai pada 2018-2020. Kasus ini merugikan negara hingga Rp1,6 triliun.
Baca: Kasus-kasus 'Panas' di Lemari Kejaksaan Agung
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Hari Setiyono meminta publik tidak berspekulasi soal penyebab kebakaran. Masyarakat diharap menunggu penyelidikan dari polisi.
Hari menegaskan kebakaran tidak mengganggu proses penanganan kasus. Pasalnya, gedung yang terbakar tidak menyimpan berkas perkara, baik itu tindak pidana khusus seperti korupsi maupun tindak pidana umum.
"Sehingga terhadap berkas perkara yang terkait dengan tindak pidana korupsi 100 persen aman tidak ada masalah," jelas Hari.
Jakarta: Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyebut kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung (
Kejagung) tak bisa lepas dari persepsi sabotase. Pasalnya, Kejagung tengah mengusut sejumlah kasus besar seperti Jiwasraya dan dugaan suap dari terpidana Djoko Tjandra.
Menurut dia, insiden ini dapat menjadi bentuk serangan terhadap penyidik. Hal ini mengingat kasus Djoko Tjandra menyeret mantan Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.
“Bahkan sangat mungkin itu menjadi ancaman bagi penyidik kejaksaan untuk mengembangkan kasus jaksa Pinangki pada jaksa lainnya, termasuk para pejabat tingginya," ujar Abdul, Senin, 24 Agustus 2020.
Salah satu ruangan yang terbakar di Kejagung yakni milik jaksa Pinangki. Dia diduga menerima fulus US$500 ribu (Rp7 miliar) dari Djoko Tjandra. Pinangki telah dijebloskan ke ruang tahanan. Kasusnya masih dilakukan diselidiki Korps Adhyaksa.
"Ada info akan ada penetapan tersangka baru dari kalangan petinggi jaksa. Kemudian terjadi kebakaran besar di Kejagung," ujar dia.
Fickar menyebut dari rangkaian peristiwa ini sulit untuk tidak menyimpulkan salah satu penyebab kebakaran itu yakni sabotase. Sementara itu, pada 2000, Kejagung sempat diteror bom. Kala itu, Djoko Tjandra sedang diperiksa sebagai saksi atas tersangka Gubernur Bank Indonesia (nonaktif) Syahril Sabirin dalam kasus penyalahgunaan dana reboisasi.
Dua bom ditemukan di kamar mandi Lantai II Gedung Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung), Jalan Hasanuddin, Jakarta Selatan. Bom berupa kardus sebesar batu bata itu ditemukan Senior Inspektur (Kapten Polisi) Kasmen dari Bagian Pengawasan Senjata Api dan Bahan Peledak Polri.