Jakarta: Eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo diduga menggunakan uang suap ekspor benih bening lobster (BBL) untuk memberikan hadiah kepada pihak lain. Edhy disebut membeli mobil dan apartemen untuk dua sekretaris pribadinya, Fidya Yusri dan Anggia Putri Tesalonika.
Hal itu terungkap dari saksi staf khusus Edhy Prabowo, Amiril Mukminin, yang diperiksa untuk terdakwa Suharjito selaku Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP). Awalnya, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan perihal pembelian mobil.
"Pembelian mobil atas perintah Pak Edhy untuk sekretaris Anggia Putria Tesalonika?" tanya salah satu jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta, Rabu, 10 Maret 2021.
Amiril tak menampik hal tersebut. Menurut dia, mobil yang diberikan untuk Anggia adalah Honda HRV warna hitam.
Sumber uang pembelian mobil berasal dari rekening Direktur Utama PT Aero Citra Kargo, Amri. Dia merupakan pihak yang ditunjuk Edhy Prabowo untuk menampung duit korupsi benih lobster.
Uang dari Amri diserahkan secara tunai kepada Ainul Faqih. Ainul merupakan staf anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra Iis Rosita Dewi yang merupakan istri Edhy Prabowo.
Baca: KPK Dalami Aset Milik Anak Buah Edhy Prabowo
Amiril juga mengakui pernah mendapat perintah Edhy untuk menyewakan apartemen untuk Fidya Yusri. Menurut Amiril, Fidya mengeluh selama tinggal di Jakarta selalu menginap di hotel.
Hal itu disampaikan ke Edhy. Kemudian Amiril mencarikan apartemen untuk Fidya di kawasan Menteng Park, Jakarta Pusat.
Biaya sewa dua kamar per tahun Rp160 juta. Menurut Amiril duit tersebut bersumber dari Amri. "Bayar cash dari Amri," ujar Amiril.
Suharjito didakwa menyuap Edhy Prabowo dalam kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor BBL. Suharjito didakwa 'mengguyur' Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
Total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Rinciannya, US$103 ribu (sekitar Rp1,4 miliar, kurs US$1=Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Suharjito didakwa melanggar dua pasal. Pertama, Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Atau, Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Jakarta: Eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP)
Edhy Prabowo diduga menggunakan uang suap ekspor benih bening lobster (BBL) untuk memberikan hadiah kepada pihak lain. Edhy disebut membeli mobil dan apartemen untuk dua sekretaris pribadinya, Fidya Yusri dan Anggia Putri Tesalonika.
Hal itu terungkap dari saksi staf khusus Edhy Prabowo, Amiril Mukminin, yang diperiksa untuk terdakwa Suharjito selaku Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP). Awalnya, jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menanyakan perihal pembelian mobil.
"Pembelian mobil atas perintah Pak Edhy untuk sekretaris Anggia Putria Tesalonika?" tanya salah satu jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta, Rabu, 10 Maret 2021.
Amiril tak menampik hal tersebut. Menurut dia, mobil yang diberikan untuk Anggia adalah Honda HRV warna hitam.
Sumber uang pembelian mobil berasal dari rekening Direktur Utama PT Aero Citra Kargo, Amri. Dia merupakan pihak yang ditunjuk Edhy Prabowo untuk menampung duit
korupsi benih lobster.
Uang dari Amri diserahkan secara tunai kepada Ainul Faqih. Ainul merupakan staf anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra Iis Rosita Dewi yang merupakan istri Edhy Prabowo.
Baca:
KPK Dalami Aset Milik Anak Buah Edhy Prabowo
Amiril juga mengakui pernah mendapat perintah Edhy untuk menyewakan apartemen untuk Fidya Yusri. Menurut Amiril, Fidya mengeluh selama tinggal di Jakarta selalu menginap di hotel.
Hal itu disampaikan ke Edhy. Kemudian Amiril mencarikan apartemen untuk Fidya di kawasan Menteng Park, Jakarta Pusat.
Biaya sewa dua kamar per tahun Rp160 juta. Menurut Amiril duit tersebut bersumber dari Amri. "Bayar
cash dari Amri," ujar Amiril.
Suharjito
didakwa menyuap Edhy Prabowo dalam kasus dugaan korupsi terkait izin ekspor BBL. Suharjito didakwa 'mengguyur' Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
Total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Rinciannya, US$103 ribu (sekitar Rp1,4 miliar, kurs US$1=Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Suharjito didakwa melanggar dua pasal. Pertama, Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Atau, Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)