Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia 2007-2012 Hadinoto Soedigno dengan pasal pencucian uang. Lembaga Antikorupsi menegaskan sudah mengantongi bukti yang cukup.
"Menetapkan HDS (Hadinoto Soedigno) sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 4 Desember 2020.
KPK menemukan penukaran mata uang yang diduga hasil suap yang dilakukan Hadinoto ke rekening milik anak, istri, dan rekening investasi di Singapura. KPK menduga penukaran mata uang itu dilakukan untuk menyamarkan uang suap dari otoritas berwenang.
"Setelah menemukan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan kasus ke penyidikan," ujar Karyoto.
Baca: Eks Direktur Teknik PT Garuda Indonesia Ditahan
Hadinoto saat ini ditahan selama 20 hari pertama. Dia ditahan di rumah tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.
Hadinoto ditahan usai mendapatkan usaha pemanggilan paksa dari penyidik KPK. Langkah pemanggilan paksa dilakukan Lembaga Antikorupsi karena Hadinoto mangkir tanpa alasan dalam dua panggilan terakhir.
Hadinoto ditetapkan sebagai tersangka sejak 7 Agustus 2019. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus suap Direktur Utama PT Garuda Indonesia periode 2005-2014, Emirsyah Satar.
KPK menemukan penggunaan puluhan rekening bank di luar negeri terkait kasus suap tersebut. Emirsyah telah dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan.
Baca: Mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Diperiksa KPK
Emirsyah terbukti menerima suap dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo sebesar 1,2 juta Euro dan US$180 ribu atau setara kurang lebih Rp20 miliar. Sementara itu, Soetikno terbukti menyuap Emirsyah dan divonis enam tahun penjara.
Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk TPPU, Hadinoto diduga melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menjerat Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia 2007-2012 Hadinoto Soedigno dengan pasal pencucian uang. Lembaga Antikorupsi menegaskan sudah mengantongi bukti yang cukup.
"Menetapkan HDS (Hadinoto Soedigno) sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Deputi Penindakan KPK, Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 4 Desember 2020.
KPK menemukan penukaran mata uang yang diduga hasil suap yang dilakukan Hadinoto ke rekening milik anak, istri, dan rekening investasi di Singapura. KPK menduga penukaran mata uang itu dilakukan untuk menyamarkan uang suap dari otoritas berwenang.
"Setelah menemukan yang cukup, KPK melakukan penyelidikan dan meningkatkan kasus ke penyidikan," ujar Karyoto.
Baca:
Eks Direktur Teknik PT Garuda Indonesia Ditahan
Hadinoto saat ini ditahan selama 20 hari pertama. Dia ditahan di rumah tahanan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.
Hadinoto ditahan usai mendapatkan usaha pemanggilan paksa dari penyidik KPK. Langkah pemanggilan paksa dilakukan Lembaga Antikorupsi karena Hadinoto mangkir tanpa alasan dalam dua panggilan terakhir.
Hadinoto ditetapkan sebagai tersangka sejak 7 Agustus 2019. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus suap Direktur Utama
PT Garuda Indonesia periode 2005-2014,
Emirsyah Satar.
KPK menemukan penggunaan puluhan rekening bank di luar negeri terkait kasus suap tersebut. Emirsyah telah dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan.
Baca:
Mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Diperiksa KPK
Emirsyah terbukti menerima suap dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo sebesar 1,2 juta Euro dan US$180 ribu atau setara kurang lebih Rp20 miliar. Sementara itu, Soetikno terbukti menyuap Emirsyah dan divonis enam tahun penjara.
Hadinoto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Untuk TPPU, Hadinoto diduga melanggar Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)