Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) menyalahkan produsen minyak pembersih mengandung solar bermerek Top Cleaner. Korps Adhyaksa telah menggunakan minyak ilegal yang memicu kebakaran besar itu selama dua tahun.
"Kenapa itu juga masih dijual, tentu nanti akan (dicari tahu) yang jual siapa, produksinya siapa yang seharusnya sudah dilarang itu," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setiyono di kantornya, Senin, 26 Oktober 2020.
Menurut Hari, pengadaan Top Cleaner itu permasalahan tersendiri. Polisi telah menyimpulkan unsur kealpaan dalam pengadaan barang berbahaya tersebut. Namun, Hari enggan mengomentari kelalaian pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejagung.
"Nanti hasil penyidikannya sepeti apa lah ya," ujar Hari.
Polisi juga menyimpulkan penyebab api menjalar dengan cepat karena adanya lem Aibon. Sebelum peristiwa kebakaran lima tukang tengah melakukan pemasangan walpaper.
Baca: Delapan Tersangka Kebakaran Kejagung Belum Ditahan
Kejagung diketahui tidak mempekerjakan tukang resmi dan tidak minta izin dalam renovasi gedung yang masuk cagar budaya tersebut. Hari mengatakan pemasangan walpaper tidak memerlukan izin.
"Jadi yang dikerjakan kemarin itu hanya semacam aksesoris, interior di dalam yang tidak mengubah bentuk dan fungsi dari gedung utama," kata Hari.
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung tengah menunggu berkas perkara delapan orang yang ditetapkan tersangka. Polisi memeriksa kedelapan tersangka Selasa pagi, 27 Oktober 2020 pukul 10.00 WIB.
Kedelapan tersangka itu adalah Direktur Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), NH; dan Direktur PT ARM, R. Kemudian, lima tukang, T; H; S; K; IS; dan mandor, UAN. Mereka dikenakan Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara.
Jakarta: Kejaksaan Agung (Kejagung) menyalahkan produsen minyak pembersih mengandung solar bermerek
Top Cleaner. Korps Adhyaksa telah menggunakan minyak ilegal yang memicu
kebakaran besar itu selama dua tahun.
"Kenapa itu juga masih dijual, tentu nanti akan (dicari tahu) yang jual siapa, produksinya siapa yang seharusnya sudah dilarang itu," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setiyono di kantornya, Senin, 26 Oktober 2020.
Menurut Hari, pengadaan
Top Cleaner itu permasalahan tersendiri. Polisi telah menyimpulkan unsur kealpaan dalam pengadaan barang
berbahaya tersebut. Namun, Hari enggan mengomentari kelalaian pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejagung.
"Nanti hasil penyidikannya sepeti apa lah ya," ujar Hari.
Polisi juga menyimpulkan penyebab api menjalar dengan cepat karena adanya lem Aibon. Sebelum peristiwa kebakaran lima tukang tengah melakukan pemasangan walpaper.
Baca:
Delapan Tersangka Kebakaran Kejagung Belum Ditahan
Kejagung diketahui tidak mempekerjakan tukang resmi dan tidak minta izin dalam renovasi gedung yang masuk cagar budaya tersebut. Hari mengatakan pemasangan walpaper tidak memerlukan izin.
"Jadi yang dikerjakan kemarin itu hanya semacam aksesoris, interior di dalam yang tidak mengubah bentuk dan fungsi dari gedung utama," kata Hari.
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum)
Kejagung tengah menunggu berkas perkara delapan orang yang ditetapkan tersangka. Polisi memeriksa kedelapan tersangka Selasa pagi, 27 Oktober 2020 pukul 10.00 WIB.
Kedelapan tersangka itu adalah Direktur Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), NH; dan Direktur PT ARM, R. Kemudian, lima tukang, T; H; S; K; IS; dan mandor, UAN. Mereka dikenakan Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)