Jakarta: Dua terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dituntut hukuman satu tahun penjara. Hukuman ini menuai polemik di kalangan masyarakat.
Jaksa penuntut umum (JPU) menilai keduanya pantas dihukum ringan lantaran belum pernah dihukum, mengakui perbuatan, bersikap kooperatif, dan mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun. Sementara itu, hal yang memberatkan adalah kedua terdakwa mencederai instansi Polri.
Dalam kasus ini, kedua terdakwa diduga melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut menyebutkan jika perbuatan itu penganiayaan dengan rencana lebih dahulu dan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 353 ayat (2) dipilih karena jaksa menilai Pasal 355 ayat (1) tak terbukti. Padahal di Pasal 355 ayat (1) maksimal hukumannya 12 tahun penjara. Pasal 355 ayat (1) pun tak dipilih karena kedua terdakwa awalnya ingin menyiram badan, namun malah mengenai wajah Novel.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai Jaksa dapat menggunakan kedua pasal itu untuk menghukum penyerang Novel. Namun, tuntutan pidana penjaranya yang tak masuk akal.
"Sesungguhnya tuntutan terhadap para terdakwa itu seharusnya diterapkan secara maksimal, yaitu 12 tahun penjara karena penganiayaan berat dengan rencana atau tujuh tahun," kata Fickar kepada Medcom.id, Selasa, 16 Juni 2020.
Ada beberapa alasan kedua pelaku itu pantas untuk mendapatkan hukuman maksimal. Pertama, kata Fickar, kedua pelaku merupakan anggota polisi aktif yang seharusnya memberi rasa aman bagi masyarakat.
"Anggota kepolisian yang seharusnya menjadi teladan tidak melakukan perbuatan kejahatan tetapi justru dia melakukan," ujar Fickar.
Fickar menilai dalam penuntutan seharusnya jaksa tak melihat masa bakti kedua pelaku di kepolisian. Menyiram Novel dengan air keras sampai membuat negara geger dinilai cukup untuk menggugurkan jasa keduanya di Korps Bhayangkara.
"Seharusnya selain dituntut maksimal juga dianggap tidak pantas menyandang status sebagai anggota kepolisian, sehingga ada tuntutan tambahan mencabut haknya sebagai anggota kepolisian, akibat lebih jauh lagi telah mencemarkan nama baik kepolisian," tutur Fickar.
Selain itu, Novel merupakan seorang penegak hukum dari Lembaga Antikorupsi. Tindakan Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette menyerang sesama penegak hukum harusnya menjadi pemberatan.
"Seharusnya para terdakwa ikut melindungi, kenyataannya justru para terdakwa melakukan penganiayaan berat sampai mengakibatkan cacat mata korban, bahkan mungkin jika digali lebih jauh berniat untuk membunuh," ujar Fickar.
Fickar menilai jaksa tak melihat seluruh fakta hukum maupun fakta sosial dalam kasus ini. Menurut dia, hukuman ringan tak pantas untuk Ronny Bugis dan Rahmat Kadir.
"Sulit untuk sedikit saja memberi pembenaran alasan dari tindakan para terdakwa dalam kasus Novel Baswedan," kata Fickar.
Baca: Hakim Bisa Memperberat Hukuman untuk Penyiram Novel
Pasal yang tak disentuh
Novel diserang saat sedang menangani kasus besar yang sedang diselidiki KPK. Seusai diserang Novel tak bisa melanjutkan penyelidikan karena harus menjalani perawatan.
Fickar menilai seharusnya tindakan kedua terdakwa juga dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Namun, pasal itu tak disentuh sama sekali.
"Seharusnya disamping dakwaan penganiayaan juga tepat didakwa dengan menghalang-halangi penegakan hukum korupsi," kata Fickar.
Pasal 21 pada UU Tipikor berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600 juta.
Jakarta: Dua terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dituntut hukuman satu tahun penjara. Hukuman ini menuai polemik di kalangan masyarakat.
Jaksa penuntut umum (JPU) menilai keduanya pantas dihukum ringan lantaran belum pernah dihukum, mengakui perbuatan, bersikap kooperatif, dan mengabdi sebagai anggota Polri selama 10 tahun. Sementara itu, hal yang memberatkan adalah kedua terdakwa mencederai instansi Polri.
Dalam kasus ini, kedua terdakwa diduga melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut menyebutkan jika perbuatan itu penganiayaan dengan rencana lebih dahulu dan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 353 ayat (2) dipilih karena jaksa menilai Pasal 355 ayat (1) tak terbukti. Padahal di Pasal 355 ayat (1) maksimal hukumannya 12 tahun penjara. Pasal 355 ayat (1) pun tak dipilih karena kedua terdakwa awalnya ingin menyiram badan, namun malah mengenai wajah Novel.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai Jaksa dapat menggunakan kedua pasal itu untuk menghukum penyerang Novel. Namun, tuntutan pidana penjaranya yang tak masuk akal.
"Sesungguhnya tuntutan terhadap para terdakwa itu seharusnya diterapkan secara maksimal, yaitu 12 tahun penjara karena penganiayaan berat dengan rencana atau tujuh tahun," kata Fickar kepada Medcom.id, Selasa, 16 Juni 2020.
Ada beberapa alasan kedua pelaku itu pantas untuk mendapatkan hukuman maksimal. Pertama, kata Fickar, kedua pelaku merupakan anggota polisi aktif yang seharusnya memberi rasa aman bagi masyarakat.
"Anggota kepolisian yang seharusnya menjadi teladan tidak melakukan perbuatan kejahatan tetapi justru dia melakukan," ujar Fickar.
Fickar menilai dalam penuntutan seharusnya jaksa tak melihat masa bakti kedua pelaku di kepolisian. Menyiram Novel dengan air keras sampai membuat negara geger dinilai cukup untuk menggugurkan jasa keduanya di Korps Bhayangkara.
"Seharusnya selain dituntut maksimal juga dianggap tidak pantas menyandang status sebagai anggota kepolisian, sehingga ada tuntutan tambahan mencabut haknya sebagai anggota kepolisian, akibat lebih jauh lagi telah mencemarkan nama baik kepolisian," tutur Fickar.
Selain itu, Novel merupakan seorang penegak hukum dari Lembaga Antikorupsi. Tindakan Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette menyerang sesama penegak hukum harusnya menjadi pemberatan.
"Seharusnya para terdakwa ikut melindungi, kenyataannya justru para terdakwa melakukan penganiayaan berat sampai mengakibatkan cacat mata korban, bahkan mungkin jika digali lebih jauh berniat untuk membunuh," ujar Fickar.
Fickar menilai jaksa tak melihat seluruh fakta hukum maupun fakta sosial dalam kasus ini. Menurut dia, hukuman ringan tak pantas untuk Ronny Bugis dan Rahmat Kadir.
"Sulit untuk sedikit saja memberi pembenaran alasan dari tindakan para terdakwa dalam kasus Novel Baswedan," kata Fickar.
Baca: Hakim Bisa Memperberat Hukuman untuk Penyiram Novel
Pasal yang tak disentuh
Novel diserang saat sedang menangani kasus besar yang sedang diselidiki KPK. Seusai diserang Novel tak bisa melanjutkan penyelidikan karena harus menjalani perawatan.
Fickar menilai seharusnya tindakan kedua terdakwa juga dikenakan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Namun, pasal itu tak disentuh sama sekali.
"Seharusnya disamping dakwaan penganiayaan juga tepat didakwa dengan menghalang-halangi penegakan hukum korupsi," kata Fickar.
Pasal 21 pada UU Tipikor berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)