medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung belum dapat berkomentar soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi Setya Novanto. Saat ini putusan terkait UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi masih dikaji.
"Kita harus pelajari dahulu putusan MK, nanti kita akan sampaikan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, M Rum, di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah belum mau menanggapi putusan itu meski sudah ditanyakan melalui pesan singkatnya.
Penyelidikan kasus "Papa Minta Saham" yang ditangani JAM Pidsus itulah yang menjadi dasar mantan Ketua DPR Setya Novanto mengajukan uji materi karena Kejagung berkeyakinan ada permufakatan jahat melalui rekaman.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis memuji putusan MK. Dia menilai, majelis hakim MK telah menjawab tanda tanya besar publik terkait dasar penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus dugaan pemufakatan jahat antara mantan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan bekas dirut Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin.
"Sudah benar putusan MK mengabulkan gugatan itu. Saya sudah bilang kasus ini tidak ada apa-apanya, kasus ini kosong tidak ada bukti pidananya," katanya.
MK mengabulkan sebagian uji materi UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang diajukan oleh Setya Novanto. Dengan putusan ini, maka tiap penyadapan hanya boleh dilakukan untuk keperluan hukum dan seizin penegak hukum sesuai aturan yang berlaku.
Baca: MK Kabulkan Sebagian Uji Materi UU ITE oleh Setya Novanto
Novanto mengajukan uji materi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang teregistrasi dengan nomor perkara 20/PUU-XIV/2016.
Novanto merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE yang mengatur bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan yang sah.
Novanto juga merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 26A UU KPK yang menyatakan alat bukti yang sah berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, dan disimpan secara elektronik dengan alat serta dokumen yang setiap rekaman data atau infomrasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik.
Majelis Hakim mengabulkan sebagian permohonan Novanto. "Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang di Mahkamah Konsitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016).
medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung belum dapat berkomentar soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi Setya Novanto. Saat ini putusan terkait UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi masih dikaji.
"Kita harus pelajari dahulu putusan MK, nanti kita akan sampaikan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, M Rum, di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah belum mau menanggapi putusan itu meski sudah ditanyakan melalui pesan singkatnya.
Penyelidikan kasus "Papa Minta Saham" yang ditangani JAM Pidsus itulah yang menjadi dasar mantan Ketua DPR Setya Novanto mengajukan uji materi karena Kejagung berkeyakinan ada permufakatan jahat melalui rekaman.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis memuji putusan MK. Dia menilai, majelis hakim MK telah menjawab tanda tanya besar publik terkait dasar penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus dugaan pemufakatan jahat antara mantan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan bekas dirut Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin.
"Sudah benar putusan MK mengabulkan gugatan itu. Saya sudah
bilang kasus ini tidak ada apa-apanya, kasus ini kosong tidak ada bukti pidananya," katanya.
MK mengabulkan sebagian uji materi UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang diajukan oleh Setya Novanto. Dengan putusan ini, maka tiap penyadapan hanya boleh dilakukan untuk keperluan hukum dan seizin penegak hukum sesuai aturan yang berlaku.
Baca: MK Kabulkan Sebagian Uji Materi UU ITE oleh Setya Novanto
Novanto mengajukan uji materi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang teregistrasi dengan nomor perkara 20/PUU-XIV/2016.
Novanto merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) serta Pasal 44 huruf b UU ITE yang mengatur bahwa informasi atau dokumen elektronik merupakan salah satu alat bukti penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan yang sah.
Novanto juga merasa dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 26A UU KPK yang menyatakan alat bukti yang sah berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, dan disimpan secara elektronik dengan alat serta dokumen yang setiap rekaman data atau infomrasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik.
Majelis Hakim mengabulkan sebagian permohonan Novanto. "Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Arief Hidayat dalam sidang di Mahkamah Konsitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)