Ilustrasi hukum. Medcom.id
Ilustrasi hukum. Medcom.id

Penegak Hukum Belum Sejalan Menangani Korupsi Disebut Penyakit Lama

Fachri Audhia Hafiez • 12 November 2021 19:14
Jakarta: Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai penegak hukum di Indonesia yang belum sejalan dalam penanganan kasus rasuah bukan hal baru. Penegak hukum mestinya bersinergi memberantas korupsi sejak dulu.
 
"Penyakit lama ya. Itu sudah berlangsung dari dulu, tidak adanya satu gerak yang terkoordinasi antara para penegak hukum dalam pemberantasan korupsi, dalam hal ini KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Polri, dan Kejaksaan," kata Zaenur saat dihubungi Medcom.id, Jumat, 12 November 2021.
 
Zaenur mengatakan kondisi yang terjadi antara penegak hukum saat ini ialah tidak adanya koordinasi terukur. Bahkan, terkesan terjadi rivalitas dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Selain itu, tidak ada sikap senada dalam penanganan korupsi. Zaenur menyebut situasi yang terlihat ialah saling gesekan antarpenegak hukum.
 
"Misalnya, dilihat dari kasus-kasus yang sudah ditangani oleh sebuah institusi, lalu ditangani institusi lain, atau sebuah institusi mengatakan itu bukan pidana korupsi. Tetapi oleh institusi lain itu dilakukan penyidikan," ujar Zaenur.
 
Baca: KPK Sebut Penegak Hukum Belum Sejalan Menangani Korupsi

KPK jadi dirigen

Zaenur menilai KPK mestinya menjalankan tugas untuk mengoordinasi instansi yang berwenang melakukan pemberantasan korupsi. Tugas itu sudah tertuang dalam Pasal 6 huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang berbunyi, "Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi".
 
"Itu artinya KPK harusnya menjadi dirigen dalam pemberantasan korupsi. KPK sebenarnya untuk orkestrasi, dia lah yang seharusnya menjadi dirigen yang seharusnya menjadi pemimpin dalam kewenangan organisasi," ucap Zaenur.
 
KPK, kata Zaenur, bukan berperan sebagai atasan Polri dan Kejaksaan. Peran Lembaga Antikorupsi melakukan supervisi terhadap institusi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi.
 
"Koordinasi dan supervisi yang berjalan oleh KPK dan itu memang seharusnya sudah dijalankan oleh KPK dari dulu sampai sekarang. Setiap saat, setiap tahun seharusnya itu dilakukan," kata Zaenur.
 
Penegak hukum mestinya duduk bersama melakukan pemetaan terhadap wilayah rawan korupsi. Lalu, membuat rencana mengenai penindakan dan pencegahan rasuah.
 
"Membuat rencana bersama yang di dalamnya dipilih fokus dari masing-masing institusi akan berperan menjalankan fungsi yang mana, dalam konteks penindakan atau dalam konteks pencegahan," ujar Zaenur.
 
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut penegak hukum di Indonesia belum sejalan dalam penanganan kasus rasuah. Tiap penegak hukum dinilai punya jalur sendiri.
 
"Saya merasakan betul perbedaan penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK, kepolisian, atau Kejaksaan. Sekarang pun saya masih merasakannya dalam kegiatan koordinasi supervisi. Ada disparitas yang sangat mengganggu keadilan," kata Alex melalui keterangan tertulis.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan