Jakarta: Sebanyak tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky yang tengah menjalani hukuman penjara seumur hidup dinilai berpeluang besar bebas dari jeruji besi. Peluang ini terlihat setelah saksi Dede mengakui memberikan kesaksian palsu dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di Polres Cirebon pada 2016 silam.
"Peluang exoneration (bebas) bagi para terpidana akan semakin tinggi," kata Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel kepada Medcom.id, Kamis, 25 Juli 2024.
Apalagi, kata Reza, bila bukti komunikasi elektronik via gawai para terpidana dan kedua korban dibuka serinci mungkin lalu dibawa ke ruang hukum. Dia meyakini bukti itu akan membuat terang soal pembunuhan berencana yang dipersangkakan terhadap para terpidana.
"Bukti ini akan menunjukkan apakah ada komunikasi terkait pembunuhan berencana dan apakah kedua korban masih ada atau sudah tiada pada jam yang disebut-sebut sebagai waktu penemuan jasad di jembatan," ujar Reza.
Namun, bukti gawai itu tak terekspose lagi. Posisinya apakah di Polres Cirebon atau Polda Jawa Barat tak ada yang mengetahui, kecuali penyidik.
"Pertanyaannya, di manakah bukti komunikasi elektronik via gawai itu? Tanya Polda Jabar dan Mabes Polri," ungkap Reza.
Untuk diketahui, tujuh terpidana tengah mendekam di penjara menjalani masa tahanan seumur hidup. Ketujuhnya ialah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Rivaldi Aditya Wardana, dan Sudirman.
Sedangkan, satu terpidana bernama Saka Tatal yang kala itu anak di bawah umur dihukum delapan tahun penjara. Saka mendapat pengurangan hukuman menjadi empat tahun penjara dan bebas April 2020.
Para terpidana yang menjalani hukuman seumur hidup, kecuali Sudirman melaporkan dua saksi Dede dan Aep atas dugaan memberikan keterangan palsu ke Bareskrim Polri. Buntut laporan ini, Dede akhirnya mengakui telah berbohong dalam BAP di Polres Cirebon delapan tahun lalu.
Pengakuan Dede tengah didalami Bareskrim Polri. Bahkan, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah menggelar perkara awal laporan ini pada Selasa, 23 Juli 2024. Bila ditemukan pidana, polisi akan menaikkan kasus ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangka jika mendapati minimal dua alat bukti.
Jakarta: Sebanyak tujuh terpidana
kasus pembunuhan Vina dan Eky yang tengah menjalani hukuman penjara seumur hidup dinilai berpeluang besar bebas dari jeruji besi. Peluang ini terlihat setelah saksi Dede mengakui memberikan kesaksian palsu dalam berita acara pemeriksaan (BAP) di
Polres Cirebon pada 2016 silam.
"Peluang
exoneration (bebas) bagi para terpidana akan semakin tinggi," kata Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel kepada
Medcom.id, Kamis, 25 Juli 2024.
Apalagi, kata Reza, bila bukti komunikasi elektronik via gawai para terpidana dan kedua korban dibuka serinci mungkin lalu dibawa ke ruang hukum. Dia meyakini bukti itu akan membuat terang soal pembunuhan berencana yang dipersangkakan terhadap para terpidana.
"Bukti ini akan menunjukkan apakah ada komunikasi terkait pembunuhan berencana dan apakah kedua korban masih ada atau sudah tiada pada jam yang disebut-sebut sebagai waktu penemuan jasad di jembatan," ujar Reza.
Namun, bukti gawai itu tak terekspose lagi. Posisinya apakah di Polres Cirebon atau Polda Jawa Barat tak ada yang mengetahui, kecuali penyidik.
"Pertanyaannya, di manakah bukti komunikasi elektronik via gawai itu? Tanya Polda Jabar dan Mabes Polri," ungkap Reza.
Untuk diketahui, tujuh terpidana tengah mendekam di penjara menjalani masa tahanan seumur hidup. Ketujuhnya ialah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Rivaldi Aditya Wardana, dan Sudirman.
Sedangkan, satu terpidana bernama Saka Tatal yang kala itu anak di bawah umur dihukum delapan tahun penjara. Saka mendapat pengurangan hukuman menjadi empat tahun penjara dan bebas April 2020.
Para terpidana yang menjalani hukuman seumur hidup, kecuali Sudirman melaporkan dua saksi Dede dan Aep atas dugaan memberikan keterangan palsu ke Bareskrim Polri. Buntut laporan ini, Dede akhirnya mengakui telah berbohong dalam BAP di Polres Cirebon delapan tahun lalu.
Pengakuan Dede tengah didalami Bareskrim Polri. Bahkan, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah menggelar perkara awal laporan ini pada Selasa, 23 Juli 2024. Bila ditemukan pidana, polisi akan menaikkan kasus ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangka jika mendapati minimal dua alat bukti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)