Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan belum menghentikan kasus dugaan rasuah pengadaan Helikopter AW-101. Lembaga Antikorupsi bakal memanggil penyidik yang menanganinya untuk mempelajari ulang perkara tersebut.
"Nanti kami akan meminta penyidik untuk memaparkan hasil penyidikan ini, kan sudah lama, tentu sudah banyak saksi-saksi yang dimintai keterangan, alat buktinya apa saja, kan gitu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis, 30 Desember 2021.
Alex mengatakan KPK masih menunggu hasil audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pembelian Helikopter AW-101. Hasil audit bakal digunakan KPK untuk mempelajari ulang kasus saat rampung.
KPK juga akan menggunakan hasil audit untuk menjerat penyelenggara negara. Lembaga Antikorupsi bisa bekerja sama dengan penegak hukum lain jika menemukan kerugian negara kalau TNI masih ngotot menghentikan kasus itu.
"Nanti pasti akan kami kaji, kalau kami masih meyakini bahwa dari transaksi itu terjadi kerugian negara, kita bisa berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) lain, kejaksaan atau kepolisian untuk menangani," ucap Alex.
Baca: Panglima TNI Diminta Segera Telusuri Keputusan Puspom Terkait Kasus AW 101
Sebelumnya, KPK dan TNI membongkar dugaan korupsi pada pembelian Helikopter AW-101 oleh TNI AU. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.
PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah membuat kontrak langsung dengan produsen Heli AW-101 senilai Rp514 miliar. Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri justru menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.
Puspom TNI juga menetapkan beberapa tersangka lain. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen atau kepala staf pengadaan TNI AU 2016-2017, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku pejabat pemegang kas, Pembantu Letnan Dua berinsial SS selaku staf Pekas, Kolonel FTS selaku kepala Unit Layanan Pengadaan dan Marsekal Muda TNI SB selaku asisten perencana kepala staf Angkatan Udara.
Selain menetapkan sebagai tersangka, KPK dan TNI menyita uang Rp7,3 miliar dari WW. Puspom TNI bahkan sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp139 miliar.
Jakarta: Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) menegaskan belum menghentikan kasus dugaan rasuah pengadaan
Helikopter AW-101. Lembaga Antikorupsi bakal memanggil penyidik yang menanganinya untuk mempelajari ulang perkara tersebut.
"Nanti kami akan meminta penyidik untuk memaparkan hasil penyidikan ini, kan sudah lama, tentu sudah banyak saksi-saksi yang dimintai keterangan, alat buktinya apa saja, kan gitu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis, 30 Desember 2021.
Alex mengatakan
KPK masih menunggu hasil audit kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pembelian Helikopter AW-101. Hasil audit bakal digunakan KPK untuk mempelajari ulang kasus saat rampung.
KPK juga akan menggunakan hasil audit untuk menjerat penyelenggara negara. Lembaga Antikorupsi bisa bekerja sama dengan penegak hukum lain jika menemukan kerugian negara kalau TNI masih ngotot menghentikan kasus itu.
"Nanti pasti akan kami kaji, kalau kami masih meyakini bahwa dari transaksi itu terjadi kerugian negara, kita bisa berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) lain, kejaksaan atau kepolisian untuk menangani," ucap Alex.
Baca:
Panglima TNI Diminta Segera Telusuri Keputusan Puspom Terkait Kasus AW 101
Sebelumnya, KPK dan TNI membongkar dugaan korupsi pada pembelian Helikopter AW-101 oleh TNI AU. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.
PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah membuat kontrak langsung dengan produsen Heli AW-101 senilai Rp514 miliar. Namun, pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri justru menaikkan nilai jualnya menjadi Rp738 miliar.
Puspom TNI juga menetapkan beberapa tersangka lain. Mereka adalah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama Fachri Adamy selaku pejabat pembuat komitmen atau kepala staf pengadaan TNI AU 2016-2017, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku pejabat pemegang kas, Pembantu Letnan Dua berinsial SS selaku staf Pekas, Kolonel FTS selaku kepala Unit Layanan Pengadaan dan Marsekal Muda TNI SB selaku asisten perencana kepala staf Angkatan Udara.
Selain menetapkan sebagai tersangka, KPK dan TNI menyita uang Rp7,3 miliar dari WW. Puspom TNI bahkan sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp139 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)