Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut agar majelis hakim menjatuhkan vonis satu tahun penjara serta denda Rp10 juta subsider tiga bulan kurungan kepada terdakwa Arif Rachman Arifin. Terhadap tuntutan itu, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman.
Hal memberatkan, Arif Rachman Arifin tahu bahwa laptop milik terdakwa Baiquni Wibowo berisi rekaman penting. Rekaman itu kenyataan bahwa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masih hidup saat terdakwa Ferdy Sambo sudah tiba di rumah dinas Kompleks Polri, Jakarta Selatan.
Ferdy Sambo awalnya klaim Brigadir J tewas karena saling tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E di rumah dinas sebelum kedatangannya.
"Dihapus selanjutnya dirusak atau dipatahkan laptop tersebut yang ada salinan rekaman kejadian tindak pidana, sehingga tidak bisa bekerja atau berfungsi lagi," kata jaksa saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat, 27 Januari 2023.
Arif Rachman Arifin disebut tahu bahwa bukti rekaman CCTV di laptop itu terkait dengan pengungkapan fakta penyebab Brigadir J tewas. Menurut jaksa, ia mestinya tak bertindak merusak laptop.
Mantan Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri itu mestinya bertindak untuk mengamankan barang bukti tersebut. Lalu, menyerahkan ke penyidik.
"Terdakwa tahu betul bukti sistem elektronik yang ada kaitannya terbunuhnya korban Yosua tersebut sangat berguna untuk mengungkap tabir tindak pidana yang terjadi," jelas jaksa.
Tindakan Arif Rachman Arifin juga disebut melanggar prosedur mengamankan barang bukti. Pengamanan barang bukti rekaman CCTV itu juga tanpa disertai surat perintah.
"Tindakan terdakwa telah melanggar prosedur pengamanan bukti sistem elektronik terkait kejahatan tindak pidana dimana, di dalam perbuatan tersebut tidak didukung surat perintah yang sah," ucap jaksa.
Sementara itu, hal yang meringankan hukuman Arif yakni ia dianggap berterus terang mengakui perbuatannya di persidangan. Ia juga menyesali perbuatannya.
"Terdakwa masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki dirinya," kata jaksa.
Pada perkara ini, Arif Rachman Arifin dinilai terbukti melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Arif didakwa terlibat kasus merintangi penyidikan atau obstruction of justice dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Ia didakwa bersama-sama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria Adi Purnama, Irfan Widyanto, Baiquni Wibowo, dan Chuck Putranto.
Perkara tersebut juga menyeret Ferdy Sambo. Eks Kadiv Propam Polri itu didakwa terlibat kasus pembunuhan berencana dan merintangi penyidikan. Jaksa telah menuntut Ferdy Sambo dihukum penjara seumur hidup.
Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut agar majelis hakim menjatuhkan vonis satu tahun penjara serta denda Rp10 juta subsider tiga bulan kurungan kepada terdakwa
Arif Rachman Arifin. Terhadap tuntutan itu, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman.
Hal memberatkan, Arif Rachman Arifin tahu bahwa laptop milik terdakwa Baiquni Wibowo berisi rekaman penting. Rekaman itu kenyataan bahwa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias
Brigadir J masih hidup saat terdakwa Ferdy Sambo sudah tiba di rumah dinas Kompleks Polri, Jakarta Selatan.
Ferdy Sambo awalnya klaim Brigadir J tewas karena saling tembak menembak dengan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E di rumah dinas sebelum kedatangannya.
"Dihapus selanjutnya dirusak atau dipatahkan laptop tersebut yang ada salinan rekaman kejadian tindak pidana, sehingga tidak bisa bekerja atau berfungsi lagi," kata jaksa saat persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat, 27 Januari 2023.
Arif Rachman Arifin disebut tahu bahwa bukti rekaman CCTV di laptop itu terkait dengan pengungkapan fakta penyebab
Brigadir J tewas. Menurut jaksa, ia mestinya tak bertindak merusak laptop.
Mantan Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri itu mestinya bertindak untuk mengamankan barang bukti tersebut. Lalu, menyerahkan ke penyidik.
"Terdakwa tahu betul bukti sistem elektronik yang ada kaitannya terbunuhnya korban Yosua tersebut sangat berguna untuk mengungkap tabir tindak pidana yang terjadi," jelas jaksa.
Tindakan Arif Rachman Arifin juga disebut melanggar prosedur mengamankan barang bukti. Pengamanan barang bukti rekaman CCTV itu juga tanpa disertai surat perintah.
"Tindakan terdakwa telah melanggar prosedur pengamanan bukti sistem elektronik terkait kejahatan tindak pidana dimana, di dalam perbuatan tersebut tidak didukung surat perintah yang sah," ucap jaksa.
Sementara itu, hal yang meringankan hukuman Arif yakni ia dianggap berterus terang mengakui perbuatannya di persidangan. Ia juga menyesali perbuatannya.
"Terdakwa masih muda dan diharapkan dapat memperbaiki dirinya," kata jaksa.
Pada perkara ini, Arif Rachman Arifin dinilai terbukti melanggar Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Arif didakwa terlibat kasus
merintangi penyidikan atau
obstruction of justice dalam perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Ia didakwa bersama-sama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria Adi Purnama, Irfan Widyanto, Baiquni Wibowo, dan Chuck Putranto.
Perkara tersebut juga menyeret Ferdy Sambo. Eks Kadiv Propam Polri itu didakwa terlibat kasus pembunuhan berencana dan merintangi penyidikan. Jaksa telah menuntut Ferdy Sambo dihukum penjara seumur hidup.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)