Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak laporan penerimaan gratifikasi berupa uang Rp39 juta Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf (IY). Sebab, gratifikasi dilaporkan Irwandi delapan hari sejak peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) di Aceh.
"Intinya, laporan tersebut tidak dapat diproses dalam mekanisme pelaporan gratifikasi. Sebab, saat ini sedang berjalan proses penanganan perkara dimana IY adalah salah satu tersangka di sana," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 6 September 2018.
Kendati begitu, menurut Febri uang Rp39 juta yang dikembalikan Irwandi itu akan disita untuk kepentingan penanganan perkara. "Surat telah disampaikan pada IY melalui kuasa hukumnya," ujarnya.
KPK mengingatkan kepada seluruh pejabat melaporkan gratifikasi sejak awal penerimaan atau selambat-lambatnya 30 hari kerja, bukan setelah menjalani proses hukum.
"Salah satu yang dihargai dalam mekanisme pelaporan gratifikasi adalah kesediaan dan kejujuran melaporkan penerimaan gratifikasi meskipun belum diketahui pihak lain, belum pernah dilakukan pemeriksaan oleh pengawas internal atau penegak hukum," pungkasnya.
KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Empat tersangka itu adalah Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah Ahmadi, serta dua pihak swasta Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.
Baca: Irwandi Siap jadi Martir Hadapi KPK
Irwandi diduga meminta jatah sebesar Rp1,5 miliar terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Irwandi meminta jatah tersebut kepada Bupati Bener Meriah, Ahmadi.
Namun, Bupati Ahmadi baru menyerahkan uang sebesar Rp500 Juta kepada Gubernur Irwandi lewat dua orang dekatnya yakni Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. Diduga, pemberian tersebut merupakan bagian komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh.
Sebagai pihak penerima suap, Irwandi Yusuf, Hendri Yusuf, dan Syaiful Bahri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Ahmadi sebagai pihak pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak laporan penerimaan gratifikasi berupa uang Rp39 juta Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf (IY). Sebab, gratifikasi dilaporkan Irwandi delapan hari sejak peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) di Aceh.
"Intinya, laporan tersebut tidak dapat diproses dalam mekanisme pelaporan gratifikasi. Sebab, saat ini sedang berjalan proses penanganan perkara dimana IY adalah salah satu tersangka di sana," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 6 September 2018.
Kendati begitu, menurut Febri uang Rp39 juta yang dikembalikan Irwandi itu akan disita untuk kepentingan penanganan perkara. "Surat telah disampaikan pada IY melalui kuasa hukumnya," ujarnya.
KPK mengingatkan kepada seluruh pejabat melaporkan gratifikasi sejak awal penerimaan atau selambat-lambatnya 30 hari kerja, bukan setelah menjalani proses hukum.
"Salah satu yang dihargai dalam mekanisme pelaporan gratifikasi adalah kesediaan dan kejujuran melaporkan penerimaan gratifikasi meskipun belum diketahui pihak lain, belum pernah dilakukan pemeriksaan oleh pengawas internal atau penegak hukum," pungkasnya.
KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Empat tersangka itu adalah Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf, Bupati Bener Meriah Ahmadi, serta dua pihak swasta Hendri Yuzal dan T Syaiful Bahri.
Baca: Irwandi Siap jadi Martir Hadapi KPK
Irwandi diduga meminta jatah sebesar Rp1,5 miliar terkait fee ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun anggaran 2018. Irwandi meminta jatah tersebut kepada Bupati Bener Meriah, Ahmadi.
Namun, Bupati Ahmadi baru menyerahkan uang sebesar Rp500 Juta kepada Gubernur Irwandi lewat dua orang dekatnya yakni Hendri Yuzal dan Syaiful Bahri. Diduga, pemberian tersebut merupakan bagian komitmen fee 8 persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh.
Sebagai pihak penerima suap, Irwandi Yusuf, Hendri Yusuf, dan Syaiful Bahri disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Ahmadi sebagai pihak pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)