Jakarta: Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) rampung melaporkan pimpinan Lembaga Antirasuah ke Dewan Pengawas (Dewas) atas operasi tangkap tangan (OTT) di Badan SAR Nasional (Basarnas). Tapi, cuma Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata yang diadukan.
"Pak Alexander Marwata telah melakukan tindak di luar prosedur terkait dengan penetapan tersangka Marsdya HA (Kepala Basarnas Henri Alfiandi)," kata kuasa hukum MAKI Kurniawan Adi Nugroho di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Agustus 2023.
Kurniawan menyebut Alex harus bertanggung jawab atas penetapan tersangka Henri dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Sebab, KPK tidak berwenang memproses hukum dua perwira TNI itu.
Alex juga disalahkan karena mengumumkan Henri dan Afri sebagai tersangka tanpa ada surat perintah penyidikan (sprindik). Lembaga Antirasuah diyakini membuat keputusan yang ngaco.
"Tidak bisa dilakukan tanpa ada sprindiknya itu. Karena melanggar hak asasi manusia," ucap Kurniawan.
KPK juga dinilai salah karena tidak melakukan koordinasi dengan TNI saat penangkapan. Seharusnya, kata Kurniawan, koneksitas terbangun jauh sebelum penangkapan terjadi.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Mereka yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Mabes TNI memprotes penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri. Mereka mengambil alih kasusnya karena kedua orang itu harus menjalani peradilan militer.
Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee 10 persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.
Jakarta: Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) rampung melaporkan pimpinan Lembaga Antirasuah ke Dewan Pengawas (
Dewas) atas operasi tangkap tangan (OTT) di Badan SAR Nasional (
Basarnas). Tapi, cuma Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) Alexander Marwata yang diadukan.
"Pak Alexander Marwata telah melakukan tindak di luar prosedur terkait dengan penetapan tersangka Marsdya HA (Kepala Basarnas Henri Alfiandi)," kata kuasa hukum MAKI Kurniawan Adi Nugroho di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Agustus 2023.
Kurniawan menyebut Alex harus bertanggung jawab atas penetapan tersangka Henri dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Sebab, KPK tidak berwenang memproses hukum dua perwira TNI itu.
Alex juga disalahkan karena mengumumkan Henri dan Afri sebagai tersangka tanpa ada surat perintah penyidikan (sprindik). Lembaga Antirasuah diyakini membuat keputusan yang ngaco.
"Tidak bisa dilakukan tanpa ada sprindiknya itu. Karena melanggar hak asasi manusia," ucap Kurniawan.
KPK juga dinilai salah karena tidak melakukan koordinasi dengan TNI saat penangkapan. Seharusnya, kata Kurniawan, koneksitas terbangun jauh sebelum penangkapan terjadi.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Mereka yakni Kepala Basarnas Henri Alfiandi, Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Dirut PT Intertekno Grafika Sejati Marilya, Dirut PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil, dan Koorsmin Kabasarnas Afri Budi Cahyanto.
Mabes TNI memprotes penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri. Mereka mengambil alih kasusnya karena kedua orang itu harus menjalani peradilan militer.
Kasus ini bermula ketika Basarnas melaksanakan beberapa proyek pada 2023. Proyek pertama yakni pengadaan peralatan deteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp9,9 miliar.
Lalu, proyek pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp17,3 miliar. Terakhir, pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha senilai Rp89,9 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni yang ingin mendapatkan proyek itu melakukan pendekatan secara personal dengan Henri melalui Afri. Lalu, timbullah kesepakatan jahat dalam pembahasan yang dibangun.
Ketiga orang itu diminta Henri menyiapkan fee 10 persen dari nilai kontrak. Duit itu membuat mereka mendapatkan proyek dengan mudah.
KPK juga menemukan penerimaan lain yang dilakukan Henri dalam periode 2021 sampai 2023. Totalnya ditaksir mencapai Rp88,3 miliar.
Mulsunadi, Marilya, dan Roni disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, Henri dan Afri penanganannya bakal dikoordinasikan dengan Puspom TNI. Kebijakan itu dilakukan berdasarkan aturan yang berlaku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)