Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan semua putusan lembaganya bersifat final dan mengikat sejak diucapkan. Semua pihak wajib melaksanakan putusan MK tanpa syarat.
"Putusan MK sebagai putusan final and binding maka tidak ada pilihan lain untuk tidak dilaksanakan," kata juru bicara MK Fajar Laksono di YouTube MK RI, Jumat, 22 Juli 2022.
Selain itu, kewajiban pelaksanaannya juga diamanatkan dalam konstitusi. Pasal 24c ayat (1) UUD 1945 menegaskan 'Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar'.
Namun, dalam praktik kerap ditemukan masalah karena ada saja pihak yang belum mau melaksanakan putusan MK. Ini terjadi karena meski putusan MK bersifat wajib dilaksanakan namun hingga kini MK tidak memiliki upaya eksekutorial.
Upaya eksekutorial berarti MK tidak memiliki instrumen hukum apa pun, seperti aparat maupun kelengkapannya untuk menjamin penegakan putusannya. MK juga tidak memberikan sanksi bagi pihak yang tak mau melaksanakan putusannya.
"Masalahnya, yang namanya putusan MK sudah selesai ketika memutus suatu perkara. Artinya, melalui putusan itu sudah menjadi jawaban hukum konstitusional suatu hukum," kata dia.
Sebetulnya, kata dia, tugas mengimplementasikan bukan lagi kewenangan MK. MK sebagai lembaga yudikatif bersifat final dan mengikat.
"Berlaku orga omnes seperti berlaku seketika seperti sebuah UU. Ketika UU berlaku maka dilaksanakan oleh siapa? Eksekutif," kata Fajar.
Fajar menyebut keterbatasan regulasi menjadi kendala utama pelaksanaan putusan MK. Padahal, jika tidak dilaksanakan akan berimbas pada masyarakat luas.
"Perlu kita dalami dulu karena konsep kewenangan lembaga sedemikian rupa. Kalau (putusan MK) ini tidak dilaksanakan lalu teriak-teriak, nanti jadi offside," ujar Fajar. (Valerie Augustine Budianto)
Jakarta:
Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan semua putusan lembaganya bersifat final dan mengikat sejak diucapkan. Semua pihak wajib melaksanakan
putusan MK tanpa syarat.
"Putusan MK sebagai putusan
final and binding maka tidak ada pilihan lain untuk tidak dilaksanakan," kata juru bicara MK Fajar Laksono di
YouTube MK RI, Jumat, 22 Juli 2022.
Selain itu, kewajiban pelaksanaannya juga diamanatkan dalam konstitusi. Pasal 24c ayat (1)
UUD 1945 menegaskan 'Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar'.
Namun, dalam praktik kerap ditemukan masalah karena ada saja pihak yang belum mau melaksanakan putusan MK. Ini terjadi karena meski putusan MK bersifat wajib dilaksanakan namun hingga kini MK tidak memiliki upaya eksekutorial.
Upaya eksekutorial berarti MK tidak memiliki instrumen hukum apa pun, seperti aparat maupun kelengkapannya untuk menjamin penegakan putusannya. MK juga tidak memberikan sanksi bagi pihak yang tak mau melaksanakan putusannya.
"Masalahnya, yang namanya putusan MK sudah selesai ketika memutus suatu perkara. Artinya, melalui putusan itu sudah menjadi jawaban hukum konstitusional suatu hukum," kata dia.
Sebetulnya, kata dia, tugas mengimplementasikan bukan lagi kewenangan MK. MK sebagai lembaga yudikatif bersifat final dan mengikat.
"Berlaku orga omnes seperti berlaku seketika seperti sebuah UU. Ketika UU berlaku maka dilaksanakan oleh siapa? Eksekutif," kata Fajar.
Fajar menyebut keterbatasan regulasi menjadi kendala utama pelaksanaan putusan MK. Padahal, jika tidak dilaksanakan akan berimbas pada masyarakat luas.
"Perlu kita dalami dulu karena konsep kewenangan lembaga sedemikian rupa. Kalau (putusan MK) ini tidak dilaksanakan lalu teriak-teriak, nanti jadi
offside," ujar Fajar. (
Valerie Augustine Budianto)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)