Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.
Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.

Kasus Mardani Maming Cepat Diproses karena Transaksinya Lewat Transfer

Candra Yuri Nuralam • 29 Juli 2022 05:42
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan alasan pengusutan kasus suap dan gratifikasi terkait izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu berlangsung cepat. Kasus itu cepat diproses karena aliran dana haramnya melalui sistem transfer.
 
"Perkara ini bukti itu cepat didapatkan karena kita mendapatkan ada aliran-aliran uang yang kebetulan lewat transfer," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 28 Juli 2022.
 
Alex mengatakan pihaknya tinggal memanggil sejumlah saksi untuk mengonfirmasi aliran dana transfer itu. Salah satu saksi yakni adik dari pemberi suap Henry Soetio.

"Dan memang diakui ada beberapa kali pemberian baik secara tunai maupun transfer dan disertai pula dengan bukti transfer itu," ujar Alex.
 
Kasus itu juga cepat diusut karena KPK sudah mendalami aktivitas perusahaan yang terkait dengan kasus tersebut. Setelah semuanya dinilai penuh, KPK langsung melakukan ekspose untuk melakukan tindakan paksa.
 
"Kalau perkara suap sebenarnya, apalagi kalau itu diberikan lewat transfer, itu bisa sangat cepat karena bukti-buktinya itu mudah ditelusuri. Ada istilahnya jejak auditnya, itu bisa ditelusuri," tutur Alex.
 

Baca: Mardani Maming Diduga Memonopoli Pelabuhan


Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming diduga menyelewengkan kekuasaannya dalam pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu. Mardani diduga memberikan karpet merah untuk mempercepat proses peralihan izin usaha pertambangan PT Bangun Karya Pratama Lestari dan PT Prolindo Cipta Nusantara.
 
Sejumlah dokumen tanpa kelengkapan administrasi dikeluarkan Mardani untuk mempercepat proses peralihan tersebut. Peralihan itu diyakini melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Beleid itu menyebut pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.
 
KPK juga meyakini Mardani meminta Hendry untuk mengurus izin pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan. Usaha pertambangan itu juga diyakini telah dimonopoli PT Angsana Terminal Utama (ATU) yang juga milik Mardani.
 
Mardani juga diyakini sudah berkali-kali menerima duit dari Hendry dalam kurun waktu 2014 sampai 2020. Beberapa duit yang diterima diambil oleh orang kepercayaannya atau masuk dari perusahaan Mardani. Totalnya mencapai Rp104,3 miliar.
 
Mardani disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan