Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly beralasan pelonggaran pemberian remisi bagi narapidana korupsi berdasarkan perintah undang-undang. Mahkamah Agung (MA) memerintahkan untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan yang mengatur pengetatan pemberian remisi bagi warga binaan khususnya pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, narkoba, dan kejahatan transnasional lainnya.
"Kita harus sesuai ketentuan saja, aturan undang-undangnya begitu," kata Yasonna kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 9 September 2022.
Pada PP Nomor 99 Tahun 2012 diatur bahwa pemberian remisi bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan, yakni bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya dan telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi.
Yasonna menyebut PP tersebut telah diuji materi ke MA yang putusannya memerintahkan untuk mencabut aturan tersebut karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (PAS). Kemenkumham mematuhi putusan itu.
Dengan tidak ada pengetatan syarat, aturan pemberian remisi pada Pasal 10 UU Pemasyarakatan berlaku. Pasal itu menyebutkan pembebasan bersyarat dapat dilakukan dengan memenuhi syarat seperti berkelakuan baik, aktif mengikuti program binaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.
"PP 99 Tahun 2012 sudah direview, ada juga keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan bahwa narapidana berhak remisi. Jadi kan sesuai prinsip nondiskriminasi, ya kemudian di-judicial review (uji materi) lah PP 99 Tahun 2012. Nah itu makanya kita dalam penyusunan UU PAS, menyesuaikan judicial review. Enggak mungkin lagi kita melawan aturan dari keputusan JR terhadap UU yang ada," kata Yasonna.
Masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi mengkritik pencabutan PP 99 Tahun 2012 tersebut. Dengan dihapuskannya syarat menjadi justice collabolator (bekerja sama dengan penegak hukum) dalam PP itu, aturan pembebasan bersyarat dinilai kian longgar karena bersifat umum sehingga semakin mudah dipenuhi oleh koruptor.
Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Menkumham) Yasonna H Laoly beralasan pelonggaran pemberian remisi bagi narapidana
korupsi berdasarkan perintah undang-undang. Mahkamah Agung (MA) memerintahkan untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan yang mengatur pengetatan pemberian remisi bagi warga binaan khususnya pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, narkoba, dan kejahatan transnasional lainnya.
"Kita harus sesuai ketentuan saja, aturan undang-undangnya begitu," kata Yasonna kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 9 September 2022.
Pada PP Nomor 99 Tahun 2012 diatur bahwa
pemberian remisi bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan, yakni bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya dan telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi.
Yasonna menyebut PP tersebut telah diuji materi ke MA yang putusannya memerintahkan untuk mencabut aturan tersebut karena dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (PAS). Kemenkumham mematuhi putusan itu.
Dengan tidak ada pengetatan syarat, aturan pemberian remisi pada Pasal 10 UU Pemasyarakatan berlaku. Pasal itu menyebutkan pembebasan bersyarat dapat dilakukan dengan memenuhi syarat seperti berkelakuan baik, aktif mengikuti program binaan, dan telah menunjukkan penurunan tingkat risiko.
"PP 99 Tahun 2012 sudah direview, ada juga keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan bahwa narapidana berhak remisi. Jadi kan sesuai prinsip nondiskriminasi, ya kemudian di-judicial review (uji materi) lah PP 99 Tahun 2012. Nah itu makanya kita dalam penyusunan UU PAS, menyesuaikan judicial review. Enggak mungkin lagi kita melawan aturan dari keputusan JR terhadap UU yang ada," kata Yasonna.
Masyarakat sipil dan pegiat antikorupsi mengkritik pencabutan PP 99 Tahun 2012 tersebut. Dengan dihapuskannya syarat menjadi justice collabolator (bekerja sama dengan penegak hukum) dalam PP itu, aturan pembebasan bersyarat dinilai kian longgar karena bersifat umum sehingga semakin mudah dipenuhi oleh koruptor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)