medcom.id, Jakarta: Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno berharap DPR menerima Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi harus ditindak.
"Enggak usah ditolaklah, kan urgensinya sudah jelas. Pak Presiden sudah berkali-kali menjelaskan urgensi Perppu itu. Tanggapan masyarakat juga positif," kata Pratikno dalam Diklat Komunikator Politik Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat 8 September 2017.
Komisi II DPR akan membahas Perppu Ormas pekan depan. Ketua Komisi II DPR, Zainudin Amali, yakin pembahasannya bakal rampung di masa sidang ini.
Selama pembahasan, Komisi II akan mengundang sejumlah pihak yang berkompeten, seperti ormas, akademisi, pakar hukum, lembaga swadaya masyarakat, dan tokoh masyarakat.
"DPR hanya punya dua pilihan, menerima atau menolak. Berbeda dengan undang-undang yang biasanya, sehingga sebelum fraksi-fraksi menentukan sikap, (Komisi II) akan mengundang terlebih dahulu berbagai pihak untuk didengarkan pendapatnya," papar dia.
Amali tak bisa memastikan ormas apa saja yang akan dihadirkan. Ormas besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dipastikan akan diundang. Khusus Front Pembela Islam, ia tak banyak berkomentar.
"Bergantung usulan karena, dari keputusan rapat kemarin, setiap fraksi diberi kebebasan untuk mengusulkan. (Kalau FPI) belum tahu," ungkap dia.
Baca: DPR Putuskan Nasib Perppu Ormas 24 Oktober
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengumumkan penerbitan Perppu Ormas pada Rabu 12 Juli. Wiranto mengatakan Perppu diterbitkan karena adanya situasi yang mendesak. Dengan Perppu Ormas, pemerintah kemudian membekukan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Perppu Ormas diterbitkan pemerintah untuk menggantikan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Perppu otomatis akan menjadi UU dan menggantikan UU lama setelah disetujui DPR. Jika ditolak, beleid akan dikembalikan pada aturan lama.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/Rb1OAZeK" allowfullscreen></iframe>
medcom.id, Jakarta: Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno berharap DPR menerima Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan konstitusi harus ditindak.
"Enggak usah ditolaklah, kan urgensinya sudah jelas. Pak Presiden sudah berkali-kali menjelaskan urgensi Perppu itu. Tanggapan masyarakat juga positif," kata Pratikno dalam Diklat Komunikator Politik Golkar di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat 8 September 2017.
Komisi II DPR akan membahas Perppu Ormas pekan depan. Ketua Komisi II DPR, Zainudin Amali, yakin pembahasannya bakal rampung di masa sidang ini.
Selama pembahasan, Komisi II akan mengundang sejumlah pihak yang berkompeten, seperti ormas, akademisi, pakar hukum, lembaga swadaya masyarakat, dan tokoh masyarakat.
"DPR hanya punya dua pilihan, menerima atau menolak. Berbeda dengan undang-undang yang biasanya, sehingga sebelum fraksi-fraksi menentukan sikap, (Komisi II) akan mengundang terlebih dahulu berbagai pihak untuk didengarkan pendapatnya," papar dia.
Amali tak bisa memastikan ormas apa saja yang akan dihadirkan. Ormas besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dipastikan akan diundang. Khusus Front Pembela Islam, ia tak banyak berkomentar.
"Bergantung usulan karena, dari keputusan rapat kemarin, setiap fraksi diberi kebebasan untuk mengusulkan. (Kalau FPI) belum tahu," ungkap dia.
Baca: DPR Putuskan Nasib Perppu Ormas 24 Oktober
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengumumkan penerbitan Perppu Ormas pada Rabu 12 Juli. Wiranto mengatakan Perppu diterbitkan karena adanya situasi yang mendesak. Dengan Perppu Ormas, pemerintah kemudian membekukan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Perppu Ormas diterbitkan pemerintah untuk menggantikan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Perppu otomatis akan menjadi UU dan menggantikan UU lama setelah disetujui DPR. Jika ditolak, beleid akan dikembalikan pada aturan lama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)