Konferensi pers penahanan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono. Medcom.id/Candra
Konferensi pers penahanan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono. Medcom.id/Candra

KPK Tahan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono

Candra Yuri Nuralam • 03 September 2021 22:01
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono. Penahanan dilakukan setelah Budhi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara pada 2017-2018.
 
"Tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan para tersangka untuk 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 3 September 2021 sampai dengan 22 September 2021," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 3 September 2021.
 
Lembaga Antikorupsi juga menahan pihak swasta Kedy Afandi. Kedy juga ditahan selama 20 hari pertama.

Budhi ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Kavling C1. Sementara itu, Kedy ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.
 
Keduanya akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari sebelum masuk tahanan. Isolasi mandiri dilakukan di rutan masing-masing.
 
"Sebagai langkah mengantisipasi penyebaran covid-19 di lingkungan rutan KPK," ujar Firli.
 
Baca: Dokumen Kasus Korupsi Ditemukan di Rumah Dinas Bupati Banjarnegara
 
Budhi diduga menerima uang dari pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara. Budhi diyakini menerima Rp2,1 miliar dari beberapa proyek.
 
Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
 
Ada tiga pasal yang dilanggar, yakni Pasal 12 huruf (i) yang menyebut pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
 
Lalu, mereka disangkakan melanggar Pasal 12B yang menyebut setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan