Jakarta: Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito, mengajukan permohonan justice collaborator (JC). Permohonan penyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo itu terungkap saat persidangan.
"Pada sidang sebelumnya, saudara mengajukan surat permohonan justice collaborator. Sehingga, itu masih kami cermati kami pelajari tentang urgensi atau relevansinya," ujar Ketua Majelis Hakim Albertus Usada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Maret 2021.
Baca: Penyuap Edhy Cs 'Ditodong' Fee Rp5 Miliar Demi Muluskan Ekspor Benur
Menurut Albertus, majelis hakim juga akan mempertimbangkan kapasitas Suharjito dalam perkara suap izin ekspor benih lobster atau benur. Pasalnya, dari sekian perusahaan yang diduga terlibat kasus rasuah tersebut, hanya Suharjito sebagai direktur perusahaan yang terjerat.
"Itu kan juga menjadi pertanyaan dan catatan majelis dalam hubungannya dengan permohonan saudara. Apakah kemudian urgensi dan relevansi pengajuan JC itu akan sedang kami pelajari," ujar Albertus.
Dihubungi terpisah, kuasa hukum Suharjito, Adwin Rahardian, mengakui kliennya mengajukan JC pada Rabu, 17 Maret 2021. Menurut Adwin alasan Suharjito mengajukan JC karena kooperatif dan mengakui perbuatannya.
"Pak Suharjito tidak ada beban, dia memang mengakui perbuatannya. Terlepas perbuatannya itu memenuhi unsur pidana atau tidak kan itu biar kemudian majelis hakim yang menilai," ucap Adwin.
Pada perkara ini Suharjito didakwa menyuap Edhy Prabowo dalam kasus suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Suharjito didakwa 'mengguyur' Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
Total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Sebanyak US$103 ribu (sekitar Rp1.442.664.350, kurs Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Jakarta: Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito, mengajukan permohonan
justice collaborator (JC). Permohonan
penyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan
Edhy Prabowo itu terungkap saat persidangan.
"Pada sidang sebelumnya, saudara mengajukan surat permohonan
justice collaborator. Sehingga, itu masih kami cermati kami pelajari tentang urgensi atau relevansinya," ujar Ketua Majelis Hakim Albertus Usada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Maret 2021.
Baca: Penyuap Edhy Cs 'Ditodong' Fee Rp5 Miliar Demi Muluskan Ekspor Benur
Menurut Albertus, majelis hakim juga akan mempertimbangkan kapasitas Suharjito dalam perkara suap izin ekspor benih lobster atau
benur. Pasalnya, dari sekian perusahaan yang diduga terlibat kasus rasuah tersebut, hanya Suharjito sebagai direktur perusahaan yang terjerat.
"Itu kan juga menjadi pertanyaan dan catatan majelis dalam hubungannya dengan permohonan saudara. Apakah kemudian urgensi dan relevansi pengajuan JC itu akan sedang kami pelajari," ujar Albertus.
Dihubungi terpisah, kuasa hukum Suharjito, Adwin Rahardian, mengakui kliennya mengajukan JC pada Rabu, 17 Maret 2021. Menurut Adwin alasan Suharjito mengajukan JC karena kooperatif dan mengakui perbuatannya.
"Pak Suharjito tidak ada beban, dia memang mengakui perbuatannya. Terlepas perbuatannya itu memenuhi unsur pidana atau tidak kan itu biar kemudian majelis hakim yang menilai," ucap Adwin.
Pada perkara ini Suharjito didakwa menyuap Edhy Prabowo dalam kasus suap terkait izin ekspor benih lobster atau benur. Suharjito didakwa 'mengguyur' Edhy sekitar Rp2,1 miliar.
Total uang itu diserahkan Suhartijo dalam dua mata uang berbeda. Sebanyak US$103 ribu (sekitar Rp1.442.664.350, kurs Rp14.038) dan Rp706.055.440.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)