Jakarta: Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan Hakim MK Daniel Yusmic P. Foekh memiliki perbedaan pendapat atau dissenting opinion dengan Majelis Hakim Konstitusi terkait gugatan ambang batas presiden atau presidential threshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional. Gugatan itu dilakukan oleh guru honorer dari Riau Herifuddin Daulay terhadap Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hakim Konstitusi Daniel, menyatakan dasar pemohon dalam ajukan gugatan itu yakni warga negara Indonesia (WNI) dan memiliki hak sebagai pemilih, tidak bisa diterima. Berdasarkan putusan MK Nomor 74/PUU_XVIII/2020, pihak yang dapat mengajukan pengujian Pasal 222 terkait ambang batas pencalonan presiden merupakan partai politik (parpol) atau gabungan parpol.
"Dari pertimbangan itu pemohon tak dapat membuktikan dirinya pihak yang sedang atau didukung oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai capres/cawapres," ujar Hakim Konstitusi Daniel saat membacakan memori dissenting opinion terhadap perkara Nomor 4 /PUU-XXI/2023, secara virtual, Selasa, 28 Februari 2023.
Selain itu, Anwar dan Daniel memiliki pandangan yang berbeda terhadap gugatan Herifuddin terhadap Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu. Dalam gugatannya, Herifuddin mempertanyakan, mengenai masa jabatan presiden dan wakil presiden selama dua periode.
Daniel menjelaskan berdasarkan putusan MK nomor 36/PU_XVI/2018, dan putusan MK nomor 101/PU_XX/2022, pihak yang diperbolehkan menggugat Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu, merupakan calon yang pernah atau sedang menjabat sebagai presiden dan wakil presiden selama dua kali masa jabatan. Selain itu, memiliki kesempatan untuk dicalonkan kembali.
"Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, kami berpendapat bahwa Pasal 169 huruf n, Pasal 222, dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 sama sekali tidak merugikan hak konstitusional pemohon, sehingga pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan Mahkamah seharusnya menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," jelas Daniel.
Sebagai informasi, MK telah menolak gugatan terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden, serta ambang batas pencalonan presiden yang dilakukan Herifuddin Daulay. K menilai dalil pemohon dianggap tidak jelas dan tidak memiliki benang merah dengan petitum pemohon.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Ketua
Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan Hakim MK Daniel Yusmic P. Foekh memiliki perbedaan pendapat atau
dissenting opinion dengan Majelis Hakim Konstitusi terkait gugatan ambang batas presiden atau
presidential threshold 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional. Gugatan itu dilakukan oleh guru honorer dari Riau Herifuddin Daulay terhadap Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hakim Konstitusi Daniel, menyatakan dasar pemohon dalam ajukan gugatan itu yakni warga negara Indonesia (WNI) dan memiliki hak sebagai pemilih, tidak bisa diterima. Berdasarkan putusan MK Nomor 74/PUU_XVIII/2020, pihak yang dapat mengajukan pengujian Pasal 222 terkait ambang batas pencalonan presiden merupakan
partai politik (parpol) atau gabungan parpol.
"Dari pertimbangan itu pemohon tak dapat membuktikan dirinya pihak yang sedang atau didukung oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai capres/cawapres," ujar Hakim Konstitusi Daniel saat membacakan memori
dissenting opinion terhadap perkara Nomor 4 /PUU-XXI/2023, secara virtual, Selasa, 28 Februari 2023.
Selain itu, Anwar dan Daniel memiliki pandangan yang berbeda terhadap gugatan Herifuddin terhadap Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i
UU Pemilu. Dalam gugatannya, Herifuddin mempertanyakan, mengenai masa jabatan presiden dan wakil presiden selama dua periode.
Daniel menjelaskan berdasarkan putusan MK nomor 36/PU_XVI/2018, dan putusan MK nomor 101/PU_XX/2022, pihak yang diperbolehkan menggugat Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i UU Pemilu, merupakan calon yang pernah atau sedang menjabat sebagai presiden dan wakil presiden selama dua kali masa jabatan. Selain itu, memiliki kesempatan untuk dicalonkan kembali.
"Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, kami berpendapat bahwa Pasal 169 huruf n, Pasal 222, dan Pasal 227 huruf i UU 7/2017 sama sekali tidak merugikan hak konstitusional pemohon, sehingga pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan Mahkamah seharusnya menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," jelas Daniel.
Sebagai informasi, MK telah menolak gugatan terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden, serta ambang batas pencalonan presiden yang dilakukan Herifuddin Daulay. K menilai dalil pemohon dianggap tidak jelas dan tidak memiliki benang merah dengan petitum pemohon.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)