Jakarta: Sebanyak 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari total 75 orang yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak bisa melanjutkan alih status menjadi ASN. Hasil TWK ke-51 pegawai itu dinyatakan negatif dari penilaian aspek Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah (PUNP).
"Untuk yang aspek PUNP itu harga mati jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian. Bagi mereka yang aspek PUNP-nya bersih walau aspek pribadi dan aspek pengaruhnya terindikasi negatif, itu masih bisa dilakukan proses melalui diklat," kata Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana, dalam konferensi pers di kantor BKN, Jakarta, Selasa, 25 Mei 2021.
Bima menjelaskan dalam TWK ada tiga indikator yang dinilai, yakni klaster kepribadian, klaster pengaruh, dan klaster PUNP. Total indikator dari tiga klaster itu sebanyak 22 indikator. Menurut Bima, 51 pegawai KPK itu negatif dari semua aspek.
"Jadi 51 orang itu menyangkut aspek PUNP (negatif). Bukan hanya itu yang 51 ini tiga-tiganya negatif. Yang 24 orang PUNP-nya bersih, ada yang aspek pribadi atau pengaruh, atau dua-duanya (negatif). Ke-24 orang itu masih bisa disertakan dalam diklat bela negara dan wawasan kebangsaan," ujarnya.
Baca: Kepala BKN: Keputusan Terkait 75 Pegawai KPK Sudah Mengikuti Arahan Presiden
Bima menegaskan ke-51 pegawai KPK itu sudah tak memenuhi syarat menjadi ASN baik sebagai PNS maupun PPPK. Mereka hanya akan bekerja di KPK sampai 1 November mendatang sesuai ketentuan alih status di UU KPK.
"KPK masih boleh memiliki pegawai non-ASN hingga 1 November sesuai UU-nya. Jadi yang tidak memenuhi syarat 51 orang nanti masih menjadi pegawai KPK sampai 1 November 2021," ujarnya.
Bima mengeklaim dalam penyelesaian polemik TWK itu BKN sudah mengikuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun putusan Mahkamah Konstitusi (MK). MK menyarankan alih status menjadi ASN di KPK tidak merugikan hak pegawai.
Bima menyatakan BKN tak hanya berpegang pada UU KPK tapi juga UU ASN. "Ini juga sudah mengikuti arahan Bapak Presiden bahwa ini tidak merugikan dan di dalam keputusan MK tidak merugikan ASN itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini tidak hanya UU KPK saja, tapi ada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Jadi ada dua UU yang harus diikuti tidak satu saja," katanya.
Jakarta: Sebanyak 51 pegawai
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari total 75 orang yang tak lolos
tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak bisa melanjutkan alih status menjadi ASN. Hasil TWK ke-51 pegawai itu dinyatakan negatif dari penilaian aspek Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah (PUNP).
"Untuk yang aspek PUNP itu harga mati jadi tidak bisa dilakukan penyesuaian. Bagi mereka yang aspek PUNP-nya bersih walau aspek pribadi dan aspek pengaruhnya terindikasi negatif, itu masih bisa dilakukan proses melalui diklat," kata Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), Bima Haria Wibisana, dalam konferensi pers di kantor BKN, Jakarta, Selasa, 25 Mei 2021.
Bima menjelaskan dalam TWK ada tiga indikator yang dinilai, yakni klaster kepribadian, klaster pengaruh, dan klaster PUNP. Total indikator dari tiga klaster itu sebanyak 22 indikator. Menurut Bima, 51 pegawai KPK itu negatif dari semua aspek.
"Jadi 51 orang itu menyangkut aspek PUNP (negatif). Bukan hanya itu yang 51 ini tiga-tiganya negatif. Yang 24 orang PUNP-nya bersih, ada yang aspek pribadi atau pengaruh, atau dua-duanya (negatif). Ke-24 orang itu masih bisa disertakan dalam diklat bela negara dan wawasan kebangsaan," ujarnya.
Baca:
Kepala BKN: Keputusan Terkait 75 Pegawai KPK Sudah Mengikuti Arahan Presiden
Bima menegaskan ke-51 pegawai KPK itu sudah tak memenuhi syarat menjadi
ASN baik sebagai PNS maupun PPPK. Mereka hanya akan bekerja di KPK sampai 1 November mendatang sesuai ketentuan alih status di UU KPK.
"KPK masih boleh memiliki pegawai non-ASN hingga 1 November sesuai UU-nya. Jadi yang tidak memenuhi syarat 51 orang nanti masih menjadi pegawai KPK sampai 1 November 2021," ujarnya.
Bima mengeklaim dalam penyelesaian polemik TWK itu BKN sudah mengikuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun putusan Mahkamah Konstitusi (MK). MK menyarankan alih status menjadi ASN di KPK tidak merugikan hak pegawai.
Bima menyatakan BKN tak hanya berpegang pada UU KPK tapi juga UU ASN. "Ini juga sudah mengikuti arahan Bapak Presiden bahwa ini tidak merugikan dan di dalam keputusan MK tidak merugikan ASN itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini tidak hanya UU KPK saja, tapi ada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Jadi ada dua UU yang harus diikuti tidak satu saja," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)