Bupati nonaktif Bandung Barat Aa Umbara Sutisna. Foto: MI/Adam Dwi
Bupati nonaktif Bandung Barat Aa Umbara Sutisna. Foto: MI/Adam Dwi

Polemik Remisi untuk Koruptor

Candra Yuri Nuralam • 30 Oktober 2021 07:40
Jakarta: Mahkamah Agung (MA) mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. Pemberian remisi untuk koruptor kini tidak dibarengi dengan syarat yang ketat.
 
Beleid itu mengatur remisi untuk narapidana terorisme, narkoba, dan kejahatan luar biasa. Kini narapidana di kasus itu bakal dapat remisi yang sama.
 
Koruptor akan mendapatkan remisi hari raya, berperilaku baik, momen kemerdekaan, dan perayaan nasional lainnya. Pemberian remisi didasari dengan alasan pembinaan dalam masa tahanan.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menilai langkah MA tidak salah. Pembinaan dalam masa penjara merupakan perubahan sikap narapidana untuk menjadi pribadi lebih baik.
 
"Kalau permasyarakatan kan tugasnya melakukan pembinaan, bukan memberikan pidana dua kali," kata Kabag Humas dan Protokol Kemenkumham Rika Apriani melalui keterangan tertulis, Jumat, 29 Oktober 2021.
 
Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham siap memberikan remisi untuk narapidana kasus korupsi dan lainnya itu. Rika menyebut pihaknya bakal manut dengan putusan MA.
 
"Adapun perkembangan selanjutnya dengan yang tadi disampaikan Mahkamah Agung ya kita akan ikuti, berdasarkan rules yang baru atau peraturan yang baru, pasti kita ikuti," ujar Rika.
 
Namun, sampai saat ini Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham belum memberikan remisi untuk terpidana korupsi. Pasalnya, Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham masih mengacu dengan PP Nomor 99 Tahun 2012. Belum ada arahan langsung dari MA untuk menghentikan acuan itu.
 
"Kita lihat kelanjutannya ya, apakah ada perubahan dari PP ini, tapi yang pasti kami sampai saat ini kami masih memberikan remisi berdasarkan PP Nomor 99 Tahun 2012 untuk kasus korupsi," ujar Rika.
 
Rika juga mengatakan perlakuan untuk narapidana di kasus lain yang diatur dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 masih sama. Belum ada remisi yang diberikan karena belum ada pemberitahuan resmi dari MA.
 
Baca: Kemenkumham Manut MA Soal Remisi Koruptor

Ditolak KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merasa kurang sreg dengan langkah MA yang mencabut PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan. Pemberian remisi bagi koruptor diyakini menyakiti hati rakyat.
 
"Kami berharap pemberian remisi bagi para pelaku extraordinary crime tetap mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat dan masukan dari aparat penegak hukumnya," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 29 Oktober 2021.
 
Ali mengatakan pihaknya menghormati putusan MA yang mencabut beleid untuk tidak memberikan remisi terhadap koruptor itu. Namun, putusan MA itu diyakini tidak sebanding dengan sakit hati rakyat atas tindakan korupsi yang dilakukan koruptor.
 
KPK menilai korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Koruptor harus diberi sanksi agar mereka jera.
 
"Korupsi sebagai kejahatan yang memberikan dampak buruk luas, seyogyanya penegakan hukumnya selain memberi rasa keadilan bagi pelaku maupun masyarakat, juga penting tetap mempertimbangkan efek jera yang ditimbulkan dari hukuman tersebut," ujar Ali.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NUR)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan