Jakarta: Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rosmina, menyatakan dissenting opinion terhadap putusan kasus korupsi yang menjerat mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Persero, Richard Joost (RJ) Lino. Rosmina menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak cermat menghitung kerugian negara pada perkara tersebut.
"Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK tidak cermat dalam menghitung jumlah kerugian negara," kata Rosmina saat persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 14 Desember 2021.
RJ Lino divonis bersalah terkait pengadaan tiga unit quay container crane (QCC) twin lift berkapasitas 61 ton pada PT Pelindo II. Perbuatan RJ Lino membuat kerugian negara USD1,997 juta.
Penghitungan kerugian negara perkara itu melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK. Pembayaran proyek tersebut kepada perusahaan penyedia QCC yakni, Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd. (HDHM) asal Tiongkok, berdasarkan penghitungan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK sebesar USD15.554.000.
Nilai USD15.554.000 muncul bila dijumlahkan dengan sejumlah instrumen. Yakni, nilai pokok pengadaan tiga unit QCC USD10 juta, margin keuntungan wajar USD2.553.418, dan biaya lain-lain USD1.025.407. Lalu, ditambah nilai kerugian negara yang ditaksir USD1,997 juta.
Sementara itu, berdasarkan hasil perhitungan pembayaran riil PT Pelindo II kepada HDHM senilai USD15.165.150. Hal itu tertuang dalam halaman 55 LHP BPK.
Rosmina mengatakan metode penghitungan kerugian negara oleh BPK dan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK berbeda. BPK tidak lagi memperhitungkan keuntungan dari penyedia barang.
"Sedangkan, Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memperhitungkan keuntungan meskipun disebutkan kerugian negara timbul akibat dari adanya penyimpangan-penyimpangan," ujar Rosmina.
Rosmina menuturkan tujuan pengadaan barang ialah keuntungan baik penyedia maupun pengguna. Keuntungan tidak dapat diterima bila pengadaan menyimpang.
"Namun, dalam perhitungan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK terdapat perbuatan-perbuatan menyimpang dari peraturan yang berlaku namun tetap kepada penyedia barang diberi hak untuk mendapat keuntungan," kata Rosmina.
Rosmina menyatakan dissenting opinion terhadap putusan perkara RJ Lino. Dia menilai RJ Lino pantas divonis bebas.
Sementara itu, hakim anggota Teguh Santoso dan Agus Salim menyatakan RJ Lino bersalah melakukan korupsi. RJ Lino divonis empat tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
RJ Lino terbukti menguntungkan korporasi serta menyalahgunakan kewenangannya yang mengakibatkan kerugian negara. Korporasi yang diuntungkan RJ Lino adalah HDHM.
Baca: Dissenting Opinion, Ketua Majelis Hakim Nilai RJ Lino Pantas Bebas
Jakarta: Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rosmina, menyatakan
dissenting opinion terhadap putusan
kasus korupsi yang menjerat mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Persero, Richard Joost
(RJ) Lino. Rosmina menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) tak cermat menghitung kerugian negara pada perkara tersebut.
"Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK tidak cermat dalam menghitung jumlah kerugian negara," kata Rosmina saat persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 14 Desember 2021.
RJ Lino divonis bersalah terkait pengadaan tiga unit quay container crane (QCC)
twin lift berkapasitas 61 ton pada
PT Pelindo II. Perbuatan RJ Lino membuat kerugian negara USD1,997 juta.
Penghitungan kerugian negara perkara itu melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK. Pembayaran proyek tersebut kepada perusahaan penyedia QCC yakni, Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co Ltd. (HDHM) asal Tiongkok, berdasarkan penghitungan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK sebesar USD15.554.000.
Nilai USD15.554.000 muncul bila dijumlahkan dengan sejumlah instrumen. Yakni, nilai pokok pengadaan tiga unit QCC USD10 juta, margin keuntungan wajar USD2.553.418, dan biaya lain-lain USD1.025.407. Lalu, ditambah nilai kerugian negara yang ditaksir USD1,997 juta.
Sementara itu, berdasarkan hasil perhitungan pembayaran riil PT Pelindo II kepada HDHM senilai USD15.165.150. Hal itu tertuang dalam halaman 55 LHP BPK.
Rosmina mengatakan metode penghitungan kerugian negara oleh BPK dan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK berbeda. BPK tidak lagi memperhitungkan keuntungan dari penyedia barang.
"Sedangkan, Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK memperhitungkan keuntungan meskipun disebutkan kerugian negara timbul akibat dari adanya penyimpangan-penyimpangan," ujar Rosmina.
Rosmina menuturkan tujuan pengadaan barang ialah keuntungan baik penyedia maupun pengguna. Keuntungan tidak dapat diterima bila pengadaan menyimpang.
"Namun, dalam perhitungan Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK terdapat perbuatan-perbuatan menyimpang dari peraturan yang berlaku namun tetap kepada penyedia barang diberi hak untuk mendapat keuntungan," kata Rosmina.
Rosmina menyatakan
dissenting opinion terhadap putusan perkara RJ Lino. Dia menilai RJ Lino pantas divonis bebas.
Sementara itu, hakim anggota Teguh Santoso dan Agus Salim menyatakan RJ Lino bersalah melakukan korupsi. RJ Lino divonis empat tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.
RJ Lino terbukti menguntungkan korporasi serta menyalahgunakan kewenangannya yang mengakibatkan kerugian negara. Korporasi yang diuntungkan RJ Lino adalah HDHM.
Baca:
Dissenting Opinion, Ketua Majelis Hakim Nilai RJ Lino Pantas Bebas
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)