Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Tuntutan Korupsi Terhadap Eks Pegawai ASABRI Mestinya Lebih Berat

Candra Yuri Nuralam • 21 Desember 2021 18:24
Jakarta: Tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa kasus korupsi di PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) Heru Hidayat dikritik. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga Nur Basuki Minarno membandingkan hal itu dengan tuntutan hukuman terdakwa kasus serupa dari unsur eks pegawai ASABRI.
 
“Kalau secara umumnya, mestinya yang penyelenggara negara atau pegawai negeri ancaman hukumannya harus lebih berat dari pihak swasta," kata Nur saat dikonfirmasi, Selasa, 21 Desember 2021.
 
Menurut dia, seharusnya tuntutan eks pegawai ASABRI lebih tinggi daripada pihak swasta, karena mustahil ada korupsi tanpa melibatkan mereka. Pada umumnya, kata Nur, korupsi terjadi karena ada keterlibatan penyelenggara negara.

Nur menyebut pengelola BUMN memiliki kekuasaan dan wewenang mengatur kebijakan dan mengelola anggaran negara. Korupsi dilakukan dengan menyelewengkan wewenang itu.
 
"Karena pada umumnya, korupsi itu terjadi karena ada keterlibatan dari pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata dia.
 
Baca: Hukuman Mati Disebut Tak Bisa Diterapkan pada Heru Hidayat
 
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Dian Adriawan menyebut tuntutan untuk Heru lebih ringan ketimbang mantan Dirut dan Direksi yang terlibat kasus ASABRI. Menurut dia, hal itu tak adil, karena ada pihak yang dituntut hukuman mati sementara pihak lain tidak dituntut hukuman serupa.
 
"Dalam kasus ini (kasus ASABRI), pasal yang diterapkan pasal yang sama dan di-junto-kan dengan Pasal 55 KUHP kan. Nah, kalau dijunto dengan pasal 55 dan terbukti berarti di sini tidak mungkin ada yang dipidana mati karena pasal yang didakwakan itu Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor,” tutur Dian.
 
Dia melihat Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP merupakan pengait pihak swasta di kasus ini. Sehingga, aneh jika pengait diberikan hukuman paling berat.
 
“Kalau kasus Asabri ini, justru yang utama dilihat itu pihak penyelenggara negara, baru pihak swasta Pasal 55 KUHP. Tetapi kemudian kenapa yang Pasal 55 (swasta) justru lebih tinggi ancaman hukumannya. Itu kan enggak logis," kata dia.
 
Presiden Direktur PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat, dituntut jaksa dengan hukuman mati dan hukuman uang pengganti Rp12,434 triliun. Sementara itu, Dirut PT ASABRI periode 2012- 2016, Mayjen (Purn) Adam Rachmat Damiri dituntut hukuman penjara 10 tahun ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp17,9 miliar.
 
Lalu, Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode 2012-2014, Bachtiar Effendi, dituntut hukuman penjara 12 tahun ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp453,7 juta.
 
Kemudian, Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode 2014-2019, Hari Setianto, dituntut penjara 14 tahun ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Lalu, Dirut PT ASABRI periode 2016-2020, Letjen (Purn) Sonny Widjaya, dituntut dengan hukuman penjara 10 tahun ditambah denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti Rp64,5 miliar.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan