Irjen Ferdy Sambo saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir J/Medcom.id/Siti
Irjen Ferdy Sambo saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir J/Medcom.id/Siti

Komnas HAM Rinci Obstruction of Justice Pembunuhan Brigadir J

Kautsar Widya Prabowo • 02 September 2022 09:13
Jakarta: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut penghalangan proses hukum atau obstruction of justice menjadi pangkal masalah kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat. Hal itu yang membuat kasus berdarah di rumah Irjen Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, lama terungkap.
 
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menjelaskan tindakan obstruction of justice yang dilakukan pelaku pembunuhan sebagai upaya mengaburkan fakta. Salah satu tindakan obstruction of justice yakni dengan membuat skenario. 
 
"(Bagian membuat skenario dilakukan dengan) menyeragamkan keterangan saksi, baik mengenai latar belakang peristiwa, kejadian perkara dan alibi FS sejak di tempat kejadian perkara," ujar Anam dalam konferensi pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis, 1 September 2022. 

Selain itu, pelaku pembunuhan menginstruksikan saksi aide de camp (ADC) atau ajudan untuk mempelajari soal penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian, dan penggunaan senjata. Kemudian, menghapus atau menghilangkan sesuatu yang merugikan.
 
"Jadi ini kesaksian di awal itu semua keterangan yang diberikan memiliki karakter dan bentuk keseragaman, karena mengkonsilidasi saksi," jelas Anam. 
 
Selanjutnya, melakukan perubahan lokasi dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap istri eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Seharusnya tempat kejadian perkara (TKP) tidak di rumah dinas Sambo, di Duren Tiga, melainkan di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah.
 
Lalu adanya tindakan perusakan dan pengambilan decoder CCTV di sekitar TKP. Selain itu, adanya tindakan penanganan TKP yang tidak sesuai prosedur.
 

Baca: Keluarga Brigadir J dan Ferdy Sambo Sempat Mengalami Serangan Siber


"Jadi kita memiliki sejumlah bukti, salah atunya berupa foto, yang dalam penanganannya tidak sesuai prosedur. Orang yang tidak punya kewenangan masuk kedalam TKP," terangnya.
 
Kemudian, adanya narasi bahwa peristiwa penembakan terhadap Brigadir J dipicu atas tindakan pelecehan dan menodongkan senpi ke Putri dan menembak Bharada E. 
 
"Dibuatnya dua laporan ke Polres Jakarta Selatan tentang dugaan percobaan pembunuhan terbadap Bharada E dan dugaan pelecehan seksual terhadap PC, ini yang persisnya di Duren Tiga," bebernya. 
 
Lebih lanjut, Komnas HAM melihat skenario itu dimuluskan dengan adanya penyalahgunaan kekuasaan di institusi Polri. Pelaku pembunuhan yang memiliki jabatan penting di Korps Bhayangkara dengan mudah menginstruksikan jajarannya untuk mengikuti skenario yang telah dibuat.
 
"Ini bisa terjadi karena pengaruh jabatan. Lalu anggota yang masuk TKP tidak sesuai jabatan, lalu permintaan kepasa kepala Rumah Sakit (RS) Bhayangkara untuk menyiapkan autopsi," ungkapnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan