Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pembahasan dan distribusi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim). Informasi itu diulik dengan memeriksa tujuh anggota DPRD Jatim pada Rabu, 1 Februari 2023.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pembahasan aturan dan proses distribusi dana hibah Pemprov Jatim," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 2 Februari 2023.
Tujuh anggota DPRD Jatim itu, yakni Sri Untari, Fauzan Fu'adi, Muhammad Fawait, Blegur Prijanggono, Suyatni Priasmoro, Heri Romadhon, dan Kusnadi. Informasi serupa diulik lewat pegawai Bank Negara Indonesia (BNI) cabang HR Muhammad Surabaya, Maudy Farah Fauzi.
Sejatinya, ada sembilan anggota DPRD Jatim yang keterangannya dibutuhkan penyidik kemarin. Muhammad Reno Zulkarnaen dan Achmad Silahuddin mangkir dengan dalih sedang umrah.
"Kedua saksi tidak hadir dan konfirmasi karena alasan ibadah umrah sehingga masih akan dilakukan penjadwalan ulang," ucap Ali.
KPK menetapkan empat tersangka dalam perkara dugaan suap dana hibah kelompok masyarakat yang dikucurkan melalui dana APBD Jatim. Mereka ialah Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simandjuntak; staf ahli Sahat, Rusdi; Kepala Desa Jelgung, Abdul Hamid; dan Koordinator Lapangan Pokmas, Ilham Wahyudi.
Pada perkara ini, Sahat diduga menerima uang sekitar Rp5 miliar. Fulus itu diduga terkait pengurusan alokasi dana hibah untuk pokmas.
Sahat dan Rusdi sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan, Abdul dan Ilham sebagai pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) mendalami pembahasan dan distribusi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim). Informasi itu diulik dengan memeriksa tujuh anggota
DPRD Jatim pada Rabu, 1 Februari 2023.
"Para saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pembahasan aturan dan proses distribusi dana hibah Pemprov Jatim," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis, 2 Februari 2023.
Tujuh anggota DPRD Jatim itu, yakni Sri Untari, Fauzan Fu'adi, Muhammad Fawait, Blegur Prijanggono, Suyatni Priasmoro, Heri Romadhon, dan Kusnadi. Informasi serupa diulik lewat pegawai Bank Negara Indonesia (BNI) cabang HR Muhammad Surabaya, Maudy Farah Fauzi.
Sejatinya, ada sembilan anggota DPRD Jatim yang keterangannya dibutuhkan penyidik kemarin. Muhammad Reno Zulkarnaen dan Achmad Silahuddin mangkir dengan dalih sedang umrah.
"Kedua saksi tidak hadir dan konfirmasi karena alasan ibadah umrah sehingga masih akan dilakukan penjadwalan ulang," ucap Ali.
KPK menetapkan empat tersangka dalam perkara dugaan
suap dana hibah kelompok masyarakat yang dikucurkan melalui dana APBD Jatim. Mereka ialah Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua P Simandjuntak; staf ahli Sahat, Rusdi; Kepala Desa Jelgung, Abdul Hamid; dan Koordinator Lapangan Pokmas, Ilham Wahyudi.
Pada perkara ini, Sahat diduga menerima uang sekitar Rp5 miliar. Fulus itu diduga terkait pengurusan alokasi dana hibah untuk pokmas.
Sahat dan Rusdi sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan, Abdul dan Ilham sebagai pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)