Jakarta: Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai Mahkamah Konstitusi (MK) bisa memutus gugatan uji materi Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) sebelum 10 Agustus 2018. Refly menegaskan putusan ini akan memberikan kepastian hukum buat calon presiden dan wakil presiden.
"Ya, sangat bisa. Tapi lagi-lagi banyak kemungkinan. Yang jelas batas 10 Agustus itu bukan bagi MK dan harus bisa memutuskan. Kira-kira seperti itu, karena uji undang-undang (UU) tidak ada batas waktunya," kata Refly di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 2 Agustus 2018.
Baca: JK: Pemilu 2019 Tersulit di Dunia
MK tak akan kesulitan memutus gugatan uji materi UU tentang Pemilu itu. Karena, kata Refly, majelis hakim telah memiliki sikap atas permohonan uji materi yang berhubungan dengan politik.
"Kalau berhubungan dengan soal-soal politik, MK itu sudah aware dari awal, tidak perlu bukti banyak-banyak. Dia (MK) menggelar sidang dalam sehari saja sudah bisa," kata Refly.
Refly punya pengalaman saat mengajukan gugatan uji materi tentang penggunaan kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor untuk mencoblos bagi pemilih yang tak terdaftar. Gugatan disampaikan menjelang Pilpres 2009.
MK mengeluarkan putusan dua hari sebelum pencoblosan. Sidang pun berlangsung cepat.
"Padahal pada waktu itu MK bilang, wah enggak bisa. Dan sidangnya itu pukul 10.00 WIB, putusannya pukul 17.00 WIB. Hanya beberapa jam saja, karena pada masa itu sangat luar biasa eskalasi-nya," jelas Refly.
Baca: PAN Harap Pintu Koalisi Jokowi Masih Terbuka
MK mengaku belum menjadwalkan sidang lanjutan (pleno) uji materi terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden yang diajukan Partai Perindo. MK masih fokus menangani gugatan hasil Pilkada.
Senin, 30 Juli 2018, MK menggelar sidang pengujian Pasal 169 huruf n Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dengan agenda perbaikan sidang.
Seperti diketahui, Partai Perindo melayangkan gugatan uji materi dengan nomor perkara 60/PUU-XVI/2018. Perindo merasa dirugikan dengan Pasal 169 huruf n yang menyatakan capres dan cawapres bukanlah orang yang pernah menjadi presiden atau wakil presiden sebanyak dua periode.
Jakarta: Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai Mahkamah Konstitusi (MK) bisa memutus gugatan uji materi Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) sebelum 10 Agustus 2018. Refly menegaskan putusan ini akan memberikan kepastian hukum buat calon presiden dan wakil presiden.
"Ya, sangat bisa. Tapi lagi-lagi banyak kemungkinan. Yang jelas batas 10 Agustus itu bukan bagi MK dan harus bisa memutuskan. Kira-kira seperti itu, karena uji undang-undang (UU) tidak ada batas waktunya," kata Refly di Gedung MK, Jakarta, Kamis, 2 Agustus 2018.
Baca: JK: Pemilu 2019 Tersulit di Dunia
MK tak akan kesulitan memutus gugatan uji materi UU tentang Pemilu itu. Karena, kata Refly, majelis hakim telah memiliki sikap atas permohonan uji materi yang berhubungan dengan politik.
"Kalau berhubungan dengan soal-soal politik, MK itu sudah aware dari awal, tidak perlu bukti banyak-banyak. Dia (MK) menggelar sidang dalam sehari saja sudah bisa," kata Refly.
Refly punya pengalaman saat mengajukan gugatan uji materi tentang penggunaan kartu tanda penduduk (KTP) atau paspor untuk mencoblos bagi pemilih yang tak terdaftar. Gugatan disampaikan menjelang Pilpres 2009.
MK mengeluarkan putusan dua hari sebelum pencoblosan. Sidang pun berlangsung cepat.
"Padahal pada waktu itu MK bilang, wah enggak bisa. Dan sidangnya itu pukul 10.00 WIB, putusannya pukul 17.00 WIB. Hanya beberapa jam saja, karena pada masa itu sangat luar biasa eskalasi-nya," jelas Refly.
Baca: PAN Harap Pintu Koalisi Jokowi Masih Terbuka
MK mengaku belum menjadwalkan sidang lanjutan (pleno) uji materi terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden yang diajukan Partai Perindo. MK masih fokus menangani gugatan hasil Pilkada.
Senin, 30 Juli 2018, MK menggelar sidang pengujian Pasal 169 huruf n Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dengan agenda perbaikan sidang.
Seperti diketahui, Partai Perindo melayangkan gugatan uji materi dengan nomor perkara 60/PUU-XVI/2018. Perindo merasa dirugikan dengan Pasal 169 huruf n yang menyatakan capres dan cawapres bukanlah orang yang pernah menjadi presiden atau wakil presiden sebanyak dua periode.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)