Jakarta: Operasi tangkap tangan (OTT) di Badan SAR Nasional (Basarnas) menimbulkan polemik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Mabes TNI saling beradu aturan untuk menangani kasus tersebut.
KPK sejatinya merasa berhak menetapkan Kepala Basarnas Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Mereka mengacu pada Pasal 42 dalam Undang-Undang Nomor KPK juncto Pasal 89 Kitab.Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Beleid itu menjelaskan bahwa KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer.
Karenanya, KPK merasa bisa menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka dalam dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Setelah konferensi pers, Lembaga Antirasuah menyatakan masih keduanya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI dan kelanjutan kasusnya ditangani berdua.
"Akan diselesaikan oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI sebagaimana kewenangan yang diatur di dalam undang-undang," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 26 Juli 2023.
Pernyataan KPK itu tidak berakhir dengan respons positif dari Mabes TNI. Bukannya membentuk tim koneksitas, mereka malah memprotes penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri.
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda R Agung Handoko menerangkan anggota TNI harus diproses hukum berdasarkan aturan militer. Termasuk, penetapan tersangka jika terlibat dalam kasus pidana.
"Kami punya ketentuan sendiri punya aturan sendiri namun pada saat pers konpers ternyata statement itu kelur bahwa Letkol ABC (Afri Budi Cahyanto) maupun Kabasarnas (Henri) ditetapkan sebagai tersangka," ucap Agung di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat, 28 Juli 2023.
Menurut Agung, penetapan tersangka seharusnya dilakukan oleh Puspom TNI. Aturan main itu diklaim diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Kababinkum TNI Laksda Kresno Buntoro bahkan mengatakan KPK seharusnya tidak bisa melakukan penangkapan. Sebab, cuma atasan yang berhak menghukum (Ankum), Polisi Militer, dan Oditur Militer yang bisa menindak anggota TNI yang ketahuan melakukan tindak pidana.
"Jadi, selain tiga ini itu tidak punya kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penahanan," ucap Kresno.
Kebijakan itu disebut telah diatur dalam aturan main yang berlaku. Proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan anggota TNI harus dilakukan secara khusus.
Aturan tidak adil
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai aturan main untuk militer itu tidak adil. Menurutnya, perlu ada perubahan agar pelaksanaan hukum tidak pandang bulu.
"Memang aturan ini tidak adil, mestinya hanya berlaku di waktu perang saja, dan terbatas pada kejahatan yang bersifat militer," ucap Fickar kepada Medcom.id, Sabtu, 29 Juli 2023.
Fickar mengamini pelanggaran hukum yang dilakukan TNI harus diadili secara militer berdasarkan aturan yang berlaku saat ini. Namun, tidak adil jika anggota yang dimaksud ditugaskan di instansi lain.
Menurutnya, anggota TNI yang ditugaskan di Basarnas sudah menjadi penyelenggara negara yang bisa membuat kebijakan besar. Karenanya, perlu diawasi oleh semua instansi termasuk KPK agar tidak berani korupsi dengan berlindung pada peradilan militer yang bisa menindak.
"Dengan aturan seperti ini maka pengkaryaan personel militer di institusi sipil menjadi tidak punya pijakan hukum lagi," ujar Fickar.
KPK berwenang
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) sekaligus Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyebut KPK berwenang menindak Henri dan Afri meski berstatus sebagai anggota TNI aktif. Aturan mainnya ada pada Pasal 42 dalam Undang-Undang KPK.
"Jadi, ketentuan Pasal 42 itu menentukan KPK berwenang melakukan koordinasi terkait proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang berkaitan dengan koneksitas yang berkaitan dengan militer dan peradilan umum," kata Feri kepada Medcom.id.
Namun, dia melihat adanya sedikit kesalahan yang dilakukan KPK dalam memproses hukum Henri dan Afri. Kurang mantapnya koordinasi Lembaga Antirasuah dengan Mabes TNI dinilai menjadi penyebab timbulnya masalah ini.
"Yang dilakukan KPK dengan menersangkakan memang akan menjadi problematika tersendiri karena tugasnya koordinator, mestinya melakukan itu, dan KPK paham betul kewenangannya," ujar Feri.
Alexander Marwata sejatinya sudah menentang kabar tentang kurangnya koordinasi KPK dengan pihak TNI. Lembaga Antirasuah mengeklaim sudah mendapatkan restu menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka atas ekspose gabungan yang dilakukan saat OTT berlangsung.
"Pada saat ekspos pun kami sudah mengajak Puspom TNI untuk mendengarkan bagaimana duduk perkaranya dalam pengadaan barang dan jasa dugaan terjadinya suap ini," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis, 27 Juli 2023.
Koneksitas jalur tengah
Abdul Fickar Hadjar menilai ada jalur tengah dalam polemik proses hukum Afri dan Henri. KPK dan Mabes TNI disarankan menanganinya secara koneksitas.
"Ya, jika ada unsur sipil yang bersama-sama melakukan korupsinya bisa dengan koneksitas," kata Fickar.
Metode pengerjaan kasus yang dilakukan dua instansi itu dinilai sudah bisa dilakukan. Sebab, penyuap Afri dan Henri merupakan pihak swasta yang saat ini sudah ditahan.
KPK sejatinya sudah menawarkan pengusutan koneksitas sejak ekspose dilakukan. Kemungkinan itu juga diajukan lagi saat Mabes TNI menyambangi Lembaga Antirasuah pada Jumat, 28 Juli 2023.
"Karena perkara ini melibatkan Basarnas yang kebetulan pimpinannya dari TNI, tentunya TNI yang diperbantukan di sana menjadi penyelenggara negara tetapi statusnya tetap sebagai anggota TNI, maka penanganannya bisa dilakukan secara koneksitas," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, kemarin.
Marsekal Muda TNI Agung Handoko menyebut pihaknya belum menentukan sikap atas tawaran itu. Saat ini, pengusutan masih terpisah.
"Iya, sekarang untuk sementara masih dilakukan sendiri," ujar Agung.
Pertemuan Firli cs dan Panglima TNI penentu
KPK bakal membahas penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang menjerat Henri Alfiandi. Pembahasan dilakukan bersama Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menunggu pimpinan Lembaga Antirasuah komplit.
"Kalau pimpinan sudah lengkap semua (baru bahas dengan Panglima TNI), kebetulan Ketua (Ketua KPK Firli Bahuri) lagi perjalanan dinas ke Manado," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Jakarta, Jumat, 28 Juli 2023.
Nawawi menjelaskan pimpinan KPK bakal lengkap pada Senin, 31 Juli 2023. Pertemuan dengan Yudo direncanakan sehari setelah itu.
Dia menyebut pembahasan penanganan kasus dengan Yudo sangat penting. Sehingga, agar perkara Henri tidak berakhir seperti kasus Helikopter AW-101.
Jakarta: Operasi tangkap tangan (OTT) di Badan SAR Nasional (
Basarnas) menimbulkan polemik. Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) dengan Mabes
TNI saling beradu aturan untuk menangani kasus tersebut.
KPK sejatinya merasa berhak menetapkan Kepala Basarnas Henri Alfiandi dan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto. Mereka mengacu pada Pasal 42 dalam Undang-Undang Nomor KPK juncto Pasal 89 Kitab.Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Beleid itu menjelaskan bahwa KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer.
Karenanya, KPK merasa bisa menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka dalam dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Setelah konferensi pers, Lembaga Antirasuah menyatakan masih keduanya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI dan kelanjutan kasusnya ditangani berdua.
"Akan diselesaikan oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI sebagaimana kewenangan yang diatur di dalam undang-undang," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 26 Juli 2023.
Pernyataan KPK itu tidak berakhir dengan respons positif dari Mabes TNI. Bukannya membentuk tim koneksitas, mereka malah memprotes penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri.
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda R Agung Handoko menerangkan anggota TNI harus diproses hukum berdasarkan aturan militer. Termasuk, penetapan tersangka jika terlibat dalam kasus pidana.
"Kami punya ketentuan sendiri punya aturan sendiri namun pada saat pers konpers ternyata statement itu kelur bahwa Letkol ABC (Afri Budi Cahyanto) maupun Kabasarnas (Henri) ditetapkan sebagai tersangka," ucap Agung di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat, 28 Juli 2023.
Menurut Agung, penetapan tersangka seharusnya dilakukan oleh Puspom TNI. Aturan main itu diklaim diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Kababinkum TNI Laksda Kresno Buntoro bahkan mengatakan KPK seharusnya tidak bisa melakukan penangkapan. Sebab, cuma atasan yang berhak menghukum (Ankum), Polisi Militer, dan Oditur Militer yang bisa menindak anggota TNI yang ketahuan melakukan tindak pidana.
"Jadi, selain tiga ini itu tidak punya kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penahanan," ucap Kresno.
Kebijakan itu disebut telah diatur dalam aturan main yang berlaku. Proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan persidangan anggota TNI harus dilakukan secara khusus.
Aturan tidak adil
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai aturan main untuk militer itu tidak adil. Menurutnya, perlu ada perubahan agar pelaksanaan hukum tidak pandang bulu.
"Memang aturan ini tidak adil, mestinya hanya berlaku di waktu perang saja, dan terbatas pada kejahatan yang bersifat militer," ucap Fickar kepada
Medcom.id, Sabtu, 29 Juli 2023.
Fickar mengamini pelanggaran hukum yang dilakukan TNI harus diadili secara militer berdasarkan aturan yang berlaku saat ini. Namun, tidak adil jika anggota yang dimaksud ditugaskan di instansi lain.
Menurutnya, anggota TNI yang ditugaskan di Basarnas sudah menjadi penyelenggara negara yang bisa membuat kebijakan besar. Karenanya, perlu diawasi oleh semua instansi termasuk KPK agar tidak berani korupsi dengan berlindung pada peradilan militer yang bisa menindak.
"Dengan aturan seperti ini maka pengkaryaan personel militer di institusi sipil menjadi tidak punya pijakan hukum lagi," ujar Fickar.
KPK berwenang
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) sekaligus Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyebut KPK berwenang menindak Henri dan Afri meski berstatus sebagai anggota TNI aktif. Aturan mainnya ada pada Pasal 42 dalam Undang-Undang KPK.
"Jadi, ketentuan Pasal 42 itu menentukan KPK berwenang melakukan koordinasi terkait proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang berkaitan dengan koneksitas yang berkaitan dengan militer dan peradilan umum," kata Feri kepada
Medcom.id.
Namun, dia melihat adanya sedikit kesalahan yang dilakukan KPK dalam memproses hukum Henri dan Afri. Kurang mantapnya koordinasi Lembaga Antirasuah dengan Mabes TNI dinilai menjadi penyebab timbulnya masalah ini.
"Yang dilakukan KPK dengan menersangkakan memang akan menjadi problematika tersendiri karena tugasnya koordinator, mestinya melakukan itu, dan KPK paham betul kewenangannya," ujar Feri.
Alexander Marwata sejatinya sudah menentang kabar tentang kurangnya koordinasi KPK dengan pihak TNI. Lembaga Antirasuah mengeklaim sudah mendapatkan restu menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka atas ekspose gabungan yang dilakukan saat OTT berlangsung.
"Pada saat ekspos pun kami sudah mengajak Puspom TNI untuk mendengarkan bagaimana duduk perkaranya dalam pengadaan barang dan jasa dugaan terjadinya suap ini," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Kamis, 27 Juli 2023.
Koneksitas jalur tengah
Abdul Fickar Hadjar menilai ada jalur tengah dalam polemik proses hukum Afri dan Henri. KPK dan Mabes TNI disarankan menanganinya secara koneksitas.
"Ya, jika ada unsur sipil yang bersama-sama melakukan korupsinya bisa dengan koneksitas," kata Fickar.
Metode pengerjaan kasus yang dilakukan dua instansi itu dinilai sudah bisa dilakukan. Sebab, penyuap Afri dan Henri merupakan pihak swasta yang saat ini sudah ditahan.
KPK sejatinya sudah menawarkan pengusutan koneksitas sejak ekspose dilakukan. Kemungkinan itu juga diajukan lagi saat Mabes TNI menyambangi Lembaga Antirasuah pada Jumat, 28 Juli 2023.
"Karena perkara ini melibatkan Basarnas yang kebetulan pimpinannya dari TNI, tentunya TNI yang diperbantukan di sana menjadi penyelenggara negara tetapi statusnya tetap sebagai anggota TNI, maka penanganannya bisa dilakukan secara koneksitas," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, kemarin.
Marsekal Muda TNI Agung Handoko menyebut pihaknya belum menentukan sikap atas tawaran itu. Saat ini, pengusutan masih terpisah.
"Iya, sekarang untuk sementara masih dilakukan sendiri," ujar Agung.
Pertemuan Firli cs dan Panglima TNI penentu
KPK bakal membahas penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang menjerat Henri Alfiandi. Pembahasan dilakukan bersama Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menunggu pimpinan Lembaga Antirasuah komplit.
"Kalau pimpinan sudah lengkap semua (baru bahas dengan Panglima TNI), kebetulan Ketua (Ketua KPK Firli Bahuri) lagi perjalanan dinas ke Manado," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Jakarta, Jumat, 28 Juli 2023.
Nawawi menjelaskan pimpinan KPK bakal lengkap pada Senin, 31 Juli 2023. Pertemuan dengan Yudo direncanakan sehari setelah itu.
Dia menyebut pembahasan penanganan kasus dengan Yudo sangat penting. Sehingga, agar perkara Henri tidak berakhir seperti kasus Helikopter AW-101.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)