Pemimpin Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang/Metro TV
Pemimpin Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang/Metro TV

Penetapan Tersangka Panji Gumilang Usai Polisi Kantongi Hasil Labfor

Siti Yona Hukmana • 11 Juli 2023 14:33
Jakarta: Bareskrim Polri belum menetapkan Panji Gumilang, pemilik Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun sebagai tersangka. Panji diduga melakukan perbuatan pidana terkait penistaan agama, ujaran kebencian berdasarkan SARA, dan penyebaran berita bohong.
 
"Terkait penetapan tersangka, saat ini Polri masih menunggu hasil dari Puslabfor Bareskrim Polri berdasarkan bukti-bukti yang sudah dikumpulkan," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 11 Juli 2023.
 
Ramadhan mengatakan barang bukti yang dikirim ke Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) itu berupa tangkapan layar dari konten media sosial Panji Gumilang. Polisi gelar perkara penetapan tersangka usai kantongi hasil labfor tersebut.
 
Baca: Eks Karyawan Al Zaytun Ungkap Fakta Mengejutkan: Ribuan Karyawan Anggota NII

"Selanjutnya setelah melakukan pemeriksaan kepada saksi dan saksi ahli serta hasil laboratorium, akan kami lakukan gelar perkara untuk menentukan tersangka, " ungkap Ramadhan.

Dia menyebut penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri memeriksa saksi ahli pada Rabu dan Kamis, 12-13 Juli 2023. Namun, Ramadhan tak membeberkan identitas masing-masing saksi.
 
"Saksi ahli itu ahli agama Islam, ahli bahasa, ahli sosiologi, dan ahli ITE," bebernya.
 
Bareskrim Polri mengantongi tiga unsur pidana yang diduga dilakukan Panji Gumilang. Pertama, Pasal 156 A KUHP tentang Penistaan Agama. Kedua, Pasal 45A ayat (2) Jo 28 ayat 2 Indang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
 
Beleid itu berbunyi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
 
Ketiga, Pasal 14 Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang mengatur terkait berita bohong. Beleid itu menyebutkan barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun.
 
Unsur pidana ini diketahui dari penyelidikan berbekal dua laporan polisi yang masuk ke Bareskrim Polri. Dua laporan itu adalah LP/B/163/VI/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 23 Juni 2023 dan LP/B/169/VI/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI 27 Juni 2023. Dengan persangkaan Pasal 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penistaan Agama.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan